Jakarta, VIVA – Visi Presiden Prabowo Subianto mencapai Indonesia Emas 2045 mendapat dukungan penuh dari Sekretariat Gerakan Anti Kebohongan dan Premanisme Birokrasi di Kemenkes RI.
Karena itu gerakan lintas profesi yang terdiri dari advokat, guru besar, dokter, perawat, dan bidan ini mengingatkan adanya tantangan berupa potensi gangguan mencapai Indonesia Emas 2024 akibat komersialisasi kesehatan.
Hal itu telah terlihat dengan meningkatnya penderita sejumlah penyakit di Indonesia dalam kepemimpinan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin.
Sekretariat Gerakan Anti Kebohongan dan Premanisme Birokrasi di Kemenkes RI menggelar renungan dan refleksi diri memperingati hari lahir Pancasila 1 Juni hari ini, Jumat 1 Juni di Tugu Proklamasi. Dalam acara yang dihadiri puluhan dokter dan lintas profesi itu sejumlah pernyataan terkait kondisi kekinian disampaikan.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin
Ketua Asosiasi Dosen Hukum Kesehatan Indonesia Dr. dr. Muhammad Nasser, SpKK, Doctor of Law menuturkan bahwa di hari lahir Pancasila, gerakan ini mengajak semua pihak melakukan refleksi diri.
"Apakah kita telah mendukung Asta Cita Presiden Prabowo, dengan tidak bernarasi kebohongan dan tidak melakukan premanisme birokrasi. Mari bersikap pancasilais," paparnya usai acara di Tugu Proklamasi.
Karena itu, dia juga mengajak Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk merefleksi kembali berbagai upayanya selama ini. "Ada dua hal terkait ini, integritas dan kinerja. Untuk integritas tentunya sudah banyak yang membahasnya," paparnya.
Namun terkait kinerja, Nasser menyoroti sejumlah persoalan kesehatan yang diabaikan. Seperti peningkatan jumlah penderita tuberculosis, (TBC) data terbaru dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengonfirmasi lonjakan ini. Dalam periode 2024 hingga 17 Maret 2025 saja, kasus TBC telah mencapai 1.016.475, dengan total kematian sebanyak 23.858 pasien.
"Apakah soal TBC sudah diurus," ujarnya.
Lalu, di Indonesia angka keterjangkitan kusta berada di peringkat ketiga tertinggi dunia. Data 2022 mencatat, jumlah kasus kusta di Indonesia mencapai 13.487 kasus.
"Apakah sudah diurus kenaikan kusta ini. Belum lagi kasus penyakit seksual menular. Tentunya tidak bijak bila hanya mengurus terkait hal-hal yang memberikan keuntungan. Seperti, peralatan kesehatan canggih untuk meningkatkan pendapatan rumah sakit" paparnya.
Karena itu, lanjutnya, demi mencapai Indonesia Emas 2045 tentunya perlu dipertimbangkan pergantian Menkes. Sebab, menteri saat ini tidak konsen dalam mengurus persoalan kesehatan.
"Itulah kenapa kita minta Presiden mempertimbangkan pergantian Menkes," tegasnya.
Sementara Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Prof. Budi Iman Santoso SpOG menjelaskan, rohnya seorang dokter adalah etika. Bila dokter ini tidak bekerja sesuai dengan etik itu rohnya hilang.
"Sekarang dokter diperlakukan sebagai business review center atau pusat bisnis, gitu ya. Jadi. dia hanya bekerja dituntut mendapatkan penghasilan yang besar. Kondisi itu akan mengorbankan masyarakat. Kesehatan menjadi mahal untuk masyarakat Indonesia," keluhnya.
Hal itu tentunya tidak sesuai dengan nilai pancasila. Terutama sila pertama dan kedua, Ketuhanan Yang Maha Esa serta Kemanusiaan yang adil dan berada. "Meski kita kecil, tetap harus membela yang benar," tegasnya.
Sementara Guru Besar Universitas Diponegoro Prof. Dr. dr. Zainal Muttaqin, Ph.D, Sp.BS menuturkan, perlu untuk melihat laporan Bappenas tahun 2024 bahwa dari 10 target layanan kesehatan dasar gagal tercapai dan 2 kegagalan itu akan berpengaruh langsung pada Indonesia emas.
"Pertama adalah angka stunting yang targetnya turun sampe 14 persen, ternyata angka prevalensinya 21,5 persen artinya 1 dari 5 anak Indonesia itu lahir stunting," tuturnya.
Kegagalan yang kedua adalah imunisasi dasar lengkap untuk bayi. Targetnya, 90 persen namun, hanya tercapai 60 persen. Kedua hal ini terkait dengan Indonesia Emas 2045.
"Kenapa? Karena mereka yang saat ini usianya balita atau baru lahir nanti 2045 mereka akan berusia antara 22 tahun hingga 27 tahun. Merekalah generasi emas yang kita harapkan, tetapi kalo seperti sekarang ini maka, yang ditakutkan justru bukan menjadi Indonesia Emas 2045, melainkan bencana demografi," terangnya.
Dia mengatakan, kebijakan-kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) saat ini justru bisa menjadi tantangan untuk mencapai Indonesia Emas 2045.
"Sebab, kebijakan saat ini belum tentu dibutuhkan. Misalnya, pinjaman ke Bank Dunia Rp64 triliun, sebagian untuk membeli alat kesehatan mahal. Namun, tidak pernah dibahas dengan para ahli, apakah benar masyarakat Indonesia membutuhkannya," terangnya.
Halaman Selanjutnya
Karena itu, dia juga mengajak Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk merefleksi kembali berbagai upayanya selama ini. "Ada dua hal terkait ini, integritas dan kinerja. Untuk integritas tentunya sudah banyak yang membahasnya," paparnya.