Jakarta, VIVA — Pemerintah melalui Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 menargetkan penciptaan lebih dari 1,7 juta peluang kerja di sektor kelistrikan.
Koaksi Indonesia menyoroti bahwa 91 persen dari 836.696 tenaga kerja di subsektor pembangkitan merupakan green jobs. Ini adalah sebuah peluang besar, namun, menuntut kesiapan tenaga kerja nasional di tengah transisi energi.
Studi Koaksi Indonesia (2024) yang dilakukan bersama dengan BOI Research menyatakan bahwa 76 persen responden orang muda ingin bekerja di sektor yang berdampak positif bagi lingkungan.
Namun, keterbatasan informasi, pelatihan, akses, dan dukungan kebijakan membuat banyak dari mereka belum siap secara keterampilan.
“Peta Jalan Pengembangan Tenaga Kerja Hijau Indonesia yang baru saja diluncurkan Bappenas bulan April lalu telah memberikan arah strategis pengembangan green jobs, namun, tanpa peta jalan yang terukur, maka 91 persennya terancam tidak dapat diakses kelompok yang membutuhkan pekerjaan,” kata A Azis Kurniawan, Manajer Advokasi Kebijakan Koaksi Indonesia.
Transisi energi menuju energi baru terbarukan (EBT) menuntut keterampilan baru. Green jobs adalah peluang ekonomi, dan tentunya landasan bagi daya saing regional serta pintu masuk bagi investasi hijau yang berkelanjutan. Tantangan ke depan bukan hanya soal membangun pembangkit, tetapi membangun kapasitas manusia (SDM).
Koaksi Indonesia juga menyambut baik arah transisi energi yang lebih hijau, khususnya dengan target bauran EBT sebesar 61 persen dari penambahan kapasitas pembangkit 69,5 Gigawatt (GW).
"Kami menekankan bahwa penciptaan green jobs perlu dibarengi dengan peningkatan kapasitas, seperti program upskilling dan reskilling yang inklusif. Green jobs tidak dapat dimaknai sebatas angka atau kuantitas pekerjaan, tapi juga kualitasnya," ungkap Indra Sari Wardhani, Direktur Kemitraan Strategis dan Pengembangan Koaksi Indonesia.
Data RUPTL menunjukkan bahwa tenaga kerja terbanyak akan diserap di sektor Pembangkit Listrik Tenaga Surya / PLTS (348 ribu), Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi / PLTP (42 ribu), dan Pembangkit Listrik Tenaga Air / PLTA (129 ribu).
"Semuanya membutuhkan keahlian teknis baru yang belum banyak tersedia di pasar kerja Indonesia saat ini. Kami juga mendorong pemerintah supaya orang muda secara aktif dilibatkan melalui sekolah vokasi, SMK dan program pemagangan, serta menerapkan prinsip keadilan sosial dalam seluruh proses transisi agar tidak memperlebar ketimpangan," jelas dia.
Halaman Selanjutnya
"Kami menekankan bahwa penciptaan green jobs perlu dibarengi dengan peningkatan kapasitas, seperti program upskilling dan reskilling yang inklusif. Green jobs tidak dapat dimaknai sebatas angka atau kuantitas pekerjaan, tapi juga kualitasnya," ungkap Indra Sari Wardhani, Direktur Kemitraan Strategis dan Pengembangan Koaksi Indonesia.