VIVA – Di balik gunungan sampah raksasa di TPA Bantar Gebang, terdapat ribuan sosok yang kerap luput dari sorotan. Mereka adalah para resource collector atau pengumpul sampah, yang dengan tangan-tangan mereka, bumi ini tetap bernapas di tengah krisis limbah yang terus menggunung.
Sabtu, 31 Mei 2025, sebuah momen hangat terjadi di tengah keringat dan debu yang menguar dari lautan sampah. Sustainability for Resource Collectors Initiative (SuRCI), sebuah organisasi nirlaba yang fokus pada pemberdayaan pemulung melalui solusi sirkular, hadir langsung ke lokasi untuk berbagi sembako dan berdialog bersama para resource collector di TPA terbesar di Indonesia itu.
Sebanyak 639 keluarga yang dikoordinasi oleh Ikatan Pemulung Indonesia (IPI) menerima paket sembako berisi 5 kg beras, 1 liter minyak goreng, dan 1 paket mi instan. Namun lebih dari itu, kehadiran SuRCI juga membawa harapan dan pengakuan terhadap jasa besar mereka dalam menjaga lingkungan.
“Sebagian besar mereka berasal dari kelompok termarjinalkan dan tidak mendapatkan perlindungan sosial yang layak,” ujar Annisa Fauziah, Country Manager SuRCI Indonesia, dalam sambutannya.
Ia menyoroti kenyataan pahit bahwa sistem pengelolaan sampah di Indonesia masih didominasi oleh sektor informal, yang artinya mereka bekerja tanpa jaminan keselamatan maupun pengakuan resmi.
Menurut catatan Yayasan SuRCI, terdapat 3,7 juta orang di Indonesia yang berprofesi sebagai pengumpul sampah, dan 64% di antaranya hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka juga menghadapi tantangan besar terkait akses terhadap kesehatan, keselamatan kerja, bahkan teknologi.
“Secara akses, 21% pekerja sulit mengakses ke perangkat teknologi dan internet membuat mereka tidak bisa mengakses informasi dan kesempatan lebih besar,” jelas Annisa.
Tak hanya berisiko miskin secara ekonomi, profesi ini juga mengandung bahaya nyata. Pekerjaan pengumpul sampah tercatat sebagai pekerjaan ke-6 paling berbahaya di dunia, dengan 33 tingkat cedera fatal dari tiap 100 ribu pekerja.
SuRCI tak sekadar hadir memberi sembako. Organisasi ini juga menjalankan berbagai program pemberdayaan seperti pelatihan keterampilan, edukasi literasi, program kesehatan kerja, hingga nutrisi keluarga. Semua dirancang untuk menjawab tantangan mendasar yang mereka hadapi.
“Kami percaya bahwa dengan memberikan akses yang setara terhadap informasi, perlindungan sosial, dan kesempatan ekonomi, resource collector dapat menjadi aktor utama dalam ekonomi sirkular yang adil dan berkelanjutan,” lanjut Annisa.
Langkah ini sudah dilakukan SuRCI di 10 provinsi, memberdayakan lebih dari 4 ribu pengumpul sampah, meski sebagian besar masih berada di fase pengumpulan sebelum TPA. Tahun ini, mereka memperluas jangkauan ke TPA langsung—dimulai dari Suwung, Bali dan kini Bantar Gebang, yang menampung 55 juta ton sampah di area seluas 110,3 hektar.
“Sekaligus membangun kepercayaan antara organisasi dan komunitas, sebagai dasar untuk program-program pemberdayaan yang lebih berkelanjutan di masa depan,” tutur Annisa soal pentingnya kegiatan pemberian sembako.
Langkah-langkah ini membawa SuRCI hingga diakui di panggung global. Organisasi yang berdiri sejak 2016 ini kini terpilih menjadi salah satu dari 24 finalis Ashoka Power of Local Challenge, menyisihkan 900 peserta dari seluruh dunia. Mereka berpotensi mendapatkan dana hingga 60 ribu US Dollar untuk program pendidikan usaha sosial bagi para pemulung.
Yayasan SuRCI juga mengundang kolaborasi dari berbagai pihak, terutama perusahaan yang ingin menjalankan program CSR dengan dampak nyata.
“Sesuai dengan misi kami, kami berharap kegiatan ini menjadi pintu awal kolaborasi jangka panjang untuk meningkatkan kesejahteraan para resource collector dan memberikan mereka akses yang lebih luas terhadap program-program sosial yang inklusif,” tutup Annisa.
Halaman Selanjutnya
SuRCI tak sekadar hadir memberi sembako. Organisasi ini juga menjalankan berbagai program pemberdayaan seperti pelatihan keterampilan, edukasi literasi, program kesehatan kerja, hingga nutrisi keluarga. Semua dirancang untuk menjawab tantangan mendasar yang mereka hadapi.