Microsoft Bocorkan Fakta Mengejutkan soal Indonesia

6 hours ago 2

Jakarta, VIVA — Seiring Indonesia melangkah ke tahun yang krusial dalam perjalanan transformasi digitalnya, Microsoft merilis temuan terbaru dari laporan Work Trend Index 2025 yang secara khusus menyoroti Indonesia.

Laporan ini mengungkap bagaimana kecerdasan buatan (AI) tengah mengubah lanskap bisnis dan cara orang bekerja. Menariknya, 97 persen pemimpin bisnis di Indonesia meyakini bahwa tahun ini adalah momen untuk meninjau ulang strategi dan operasional bisnis secara inti—angka ini bahkan melampaui hasil tren global.

Perubahan ini bukan hanya soal tren teknologi semata, melainkan sebuah perubahan yang berdampak terhadap cara kita bekerja. Guna membuka potensi ekonomi baru berbasis AI dan memanfaatkan momentum yang ada, kita tidak hanya berbicara soal adopsi teknologi saja.

Diperlukan mindset baru yang memadukan kepemimpinan manusia dan bantuan intelligence on tap, di mana wawasan dan kapabilitas manusia didukung sepenuhnya oleh AI. Kini, perusahaan dari berbagai sektor tengah bergerak cepat menciptakan kolaborasi antara manusia dan AI, di mana agen digital bekerja berdampingan dengan manusia.

Kolaborasi ini membuka jalan bagi terbentuknya struktur baru yang beroperasi dengan alur kerja cerdas, tim kerja yang dinahkodai oleh agen AI, serta peran baru manusia yang dikenal dengan istilah agent boss. Inilah ciri khas dari perusahaan masa depan yang dalam laporan ini disebut sebagai Frontier Firm.

“Frontier Firm bukan hanya perihal model bisnis baru, melainkan peluang besar bagi Indonesia untuk melangkah lebih jauh lagi. Era ketika AI mengubah setiap aspek pekerjaan adalah momen yang justru memberikan kita kesempatan untuk melampaui batasan yang ada dan mendorong adanya terobosan untuk meningkatkan produktivitas dan inovasi. Dengan mindset dan investasi yang tepat, perusahaan di Indonesia dapat memanfaatkan kolaborasi antara manusia dan AI untuk menciptakan alur kerja yang benar-benar berbeda, yang lebih cepat, lebih cerdas, dan lebih berdampak. Inilah cara kita membangun bisnis yang berdaya saing global, sekaligus mencerminkan kecerdasan serta ambisi luhur kita,” kata Direktur Utama Microsoft Indonesia, Dharma Simorangkir.

Laporan tahun ini, yang berjudul “2025: The Year the Frontier Firm is Born,” didasarkan pada survei terhadap 31 ribu orang di 31 negara, termasuk Indonesia, tren ketenagakerjaan dan perekrutan di LinkedIn, serta analisis triliunan sinyal produktivitas Microsoft 365.

Hasil laporan tersebut mengungkap bagaimana perusahaan tengah berevolusi dari struktur hierarki yang tradisional menjadi ekosistem yang lebih leluasa dan disokong oleh AI.

Keberadaan tim hybrid, yang terlahir dari kolaborasi manusia dan agen AI, memungkinkan perusahaan bergerak lebih cepat, mengambil keputusan yang lebih baik, dan menciptakan nilai tambah di setiap jenjang pekerjaan. Proses menjadi sebuah Frontier Firm berlangsung dalam tiga fase utama.

Pertama, AI berperan sebagai asisten yang membantu mengerjakan pekerjaan repetitif dan meningkatkan efisiensi kerja. Selanjutnya, agen AI tersebut mulai mengambil peran yang lebih spesifik sebagai rekan kerja digital untuk mendukung aktivitas seperti riset atau perencanaan proyek.

Di fase akhir, agen AI mulai mengelola alur kerja secara mandiri, sementara manusia berfokus pada strategi dan turun tangan hanya jika diperlukan. Evolusi ini bukan sekadar teori belaka, melainkan telah menjadi kekuatan penggerak ekonomi yang membuat bisnis mampu melampaui sistem lama dan bersaing lebih efektif di tingkat global.

Dengan mengadopsi model Frontier Firm, perusahaan di Indonesia memiliki peluang unik untuk meningkatkan produktivitas, mempercepat inovasi di berbagai sektor, seperti layanan keuangan, layanan publik, serta usaha kecil dan menengah (UMKM), yang akhirnya turut mendorong pertumbuhan inklusif dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.

"Tahun 2025 akan dikenang sebagai tahun lahirnya Frontier Firm, ketika para perusahaan bersiap menjalani transformasi digital di mana agen AI menjadi bagian penting dalam tim kerja. Demi mengintegrasikan AI secara efektif dalam ketenagakerjaan, perusahaan perlu mulai mengadopsi AI dengan merekrut tenaga kerja digital, menentukan mana pekerjaan yang dapat diotomatisasi, dan memperlakukan AI sebagai bagian penting dari tim," jelas Dharma Simorangkir.

Namun, tidak hanya berhenti pada pengadopsian saja. Perusahaan juga perlu menentukan keseimbangan antara manusia dan AI (human-agent ratio) agar AI benar-benar mampu melengkapi kreativitas dan penilaian manusia.

Bentuk investasi lainnya, seperti penanaman literasi AI dan upskilling berkelanjutan bagi karyawan akan menjadi kunci agar mereka mampu mengelola dan berkolaborasi dengan AI secara efektif.

“Di Indonesia, kesenjangan pemahaman terhadap AI antara pemimpin (87 persen) dan karyawan (56 persen) bukan sekadar angka—ini adalah panggilan bagi kita untuk bertindak. Inilah saatnya kita berinvestasi untuk manusia, mengembangkan keterampilan baru, dan membangun budaya kerja di mana setiap orang siap menjadi agent boss,” tutur Dharma Simorangkir.

Halaman Selanjutnya

Pertama, AI berperan sebagai asisten yang membantu mengerjakan pekerjaan repetitif dan meningkatkan efisiensi kerja. Selanjutnya, agen AI tersebut mulai mengambil peran yang lebih spesifik sebagai rekan kerja digital untuk mendukung aktivitas seperti riset atau perencanaan proyek.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |