Jakarta, VIVA – Publik dikejutkan oleh kabar meninggalnya Arya Daru Pangayunan, seorang diplomat muda berusia 39 tahun dari Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI. Arya ditemukan tewas dalam kondisi kepala terbalut lakban di kamar kosnya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
Peristiwa ini segera memicu tanda tanya besar di kalangan masyarakat, benarkah Arya Daru meninggal karena bunuh diri, atau justru menjadi korban pembunuhan yang telah direncanai?
Kondisi jasad Arya yang ditemukan dengan kepala terlilit lakban dan tubuh yang tertutup selimut semakin memperkuat dugaan adanya tindak kriminal. Beberapa pihak menyebut situasi tersebut tidak wajar dan sulit dikategorikan sebagai kasus bunuh diri biasa.
Kriminolog Haniva Hasna
Photo :
- YouTube Macan Idealis
Kriminolog Universitas Indonesia, Haniva Hasna, mengungkapkan kejanggalan-kejanggalan dalam kasus ini. Menurutnya, metode dan posisi korban tidak sesuai dengan pola umum kasus bunuh diri.
“Kalau kita lihat secara umum, ini adalah bentuk kematian yang tidak alami untuk dikategorikan sebagai bunuh diri. Sulit dibayangkan seseorang bisa melilitkan lakban di kepala hingga menyebabkan kematian tanpa adanya reaksi pertahanan tubuh,” ujar Haniva dikutip dari tvOnnews.com, Kamis, 17 Juli 2025.
Ia menjelaskan bahwa dalam kasus kekurangan oksigen, tubuh manusia secara otomatis akan melakukan gerakan refleks untuk bertahan hidup. Hal ini menjadikan posisi jasad yang terlalu rapi semakin mencurigakan. Selain itu, Haniva mempertanyakan proses evakuasi jasad Arya yang dinilai terlalu cepat dari lokasi kejadian.
“Ketika korban langsung diangkat dari tempat kejadian perkara sebelum proses pelacakan bukti dilakukan secara menyeluruh, hal ini berpotensi mengaburkan petunjuk penting seperti jejak kaki, helai rambut, atau benda asing yang dapat mengarah pada pelaku,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menyoroti belum adanya kejelasan mengenai dua elemen penting lain dalam kasus ini, yakni pelaku dan barang bukti. “Kita tahu ada korban, tetapi pelakunya belum teridentifikasi dan bukti pun belum ditemukan. Ini membuat proses investigasi menjadi sangat rumit,” tambahnya.
Aspek psikososial korban pun belum tergali secara komprehensif. Menurut Haniva, dalam kasus dugaan bunuh diri, penting untuk menganalisis riwayat komunikasi korban dalam waktu dekat sebelum kejadian. Termasuk siapa yang terakhir kali dihubungi, isi percakapan, dan aktivitas terakhir korban di media sosial.
Pihak Polda Metro Jaya saat ini masih mendalami penyelidikan dengan fokus pada hasil otopsi, analisis rekaman CCTV, serta pemeriksaan sejumlah saksi. Meski belum ada kesimpulan resmi, kasus ini telah menjadi perhatian luas publik, mengingat latar belakang korban sebagai diplomat yang aktif dalam tugas negara.
Dugaan dan analisis yang disampaikan oleh narasumber merupakan pandangan pribadi dan bukan merupakan kesimpulan resmi dari aparat penegak hukum. Proses penyelidikan kasus kematian Arya Daru masih berlangsung, sehingga informasi dapat berubah seiring perkembangan penyidikan lebih lanjut.
Halaman Selanjutnya
“Ketika korban langsung diangkat dari tempat kejadian perkara sebelum proses pelacakan bukti dilakukan secara menyeluruh, hal ini berpotensi mengaburkan petunjuk penting seperti jejak kaki, helai rambut, atau benda asing yang dapat mengarah pada pelaku,” jelasnya.