Jakarta, VIVA - Eks komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengungkap ada lobi-lobi berkaitan perkara dugaan suap terdakwa Hasto Kristiyanto dalam penetapan anggota DPR periode 2019-2024, Harun Masiku.
Hal tersebut terungkap saat Wahyu hadir sebagai saksi dalam sidang dengan terdakwa Hasto di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis, 17 April 2025.
Jaksa KPK dalam persidangan mulanya tengah mendalami dana operasional perihal kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) dengan mengajukan pertanyaan kepada Wahyu.
Wahyu yang saat itu menjabat sebagai Komisioner KPU membenarkan ada komunikasi antara anggota Bawaslu sekaligus eks caleg PDIP Agustiani Tio Fridelina dan tim hukum PDIP, Donny Tri Istoqomah.
“Terkait dengan upaya itu tadi ada komunikasi antara saudara, Tio, Saiful, dan Donny. Apakah ada terkait uang yang disiapkan untuk memuluskan pengurusan tersebut?” tanya Jaksa ke Wahyu.
“Ada,” jawab Wahyu.
Arief Budiman dan Wahyu Setiawan Jadi Saksi di Sidang Hasto Kristiyanto
Photo :
- VIVA.co.id/M Ali Wafa
Wahyu kemudian menjelaskan pembuka pembicaraan itu disampaikan oleh Tio, yang mengatakan adanya dana operasional untuk mengatur penetapan anggota DPR.
Namun, Wahyu mengaku lupa soal berapa besaran dana operasional itu. Ia mengakui dalam dana itu menerima Rp150 juta.
“Saya lupa persisnya pak karena saya hanya menerima Rp150-an,” ujar Wahyu.
Jaksa kemudian menunjukkan bukti elektronik yang memperlihatkan Wahyu sempat melakukan komunikasi dengan Tio yang sudah menyiapkan uang Rp750 juta.
“Nah baik, ini ditanyakan ya v atas ini Tio yang biru ini Saudara. ‘Mas, ops nya, 750, cukup mas?’ betul itu ya?” tanya Jaksa.
“Betul,” jawab Wahyu.
Wahyu kemudian dalam bukti elektronik itu meminta agar dana operasional itu sebaiknya 1.000 atau Rp1 miliar. Hanya saja Wahyu mengaku dirinya saat membalas ‘1.000’ itu iseng dikarenakan dirinya tahu pengaturan seperti itu tidak dapat dilaksanakan.
Selain itu, Wahyu juga menekankan dalam kepengurusan itu tidak ada kesepakatan yang dicapai.
“Dari transaksi ini, setelah Rp750, Rp1 miliar 1.000 ya, Rp900, deal-nya berapa untuk pengurusan itu? Yang disepakati akhirnya berapa?” tanya Jaksa.
“Tidak ada deal. Karena setelah ngopi saya di situ menjelaskan bahwa ini tidak mungkin dapat dilaksanakan,” jawab Wahyu.
Halaman Selanjutnya
Wahyu kemudian menjelaskan pembuka pembicaraan itu disampaikan oleh Tio, yang mengatakan adanya dana operasional untuk mengatur penetapan anggota DPR.