Jakarta, VIVA - Penegak hukum dinilai perlu untuk memeriksa enam pejabat yang diberhentikan dan dua pegawai yang diberi sanksi berat oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Menteri ATR Nusron Wahid, terkait kasus pagar laut Tangerang.
Itu dikatakan anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo. Delapan orang tersebut disanksi karena diduga menyalahgunakan kewenangan dalam penerbitan sertifikat hak milik (SHM) dan surat hak guna bangun (SHGB) di pesisir Tangerang, Banten.
“Yang jelas kasus itu sudah menjadi viral ya, sudah menjadi diskusi masyarakat Indonesia. Penegak hukum kita bisa menilai, apakah KPK, Kejaksaan, Kepolisian bisa menilai, apakah dalam kasus penerbitan SHGB, HPL misalnya, ini patut diduga ada pelanggaran atau tidak,” kata Rudianto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 31 Januari 2025.
Menurut Rudianto, penegak hukum harus berperan dengan memeriksa para terduga pelanggar tersebut. Sebab, dengan begitu nantinya bisa diketahui sosok pemilik pagar laut tersebut.
“Karena di situ mungkin ada penyalahgunaan kewenangan dari penyelenggara negara, penyalahgunaan kekuasaan oleh penyelenggara negara di situ. Mungkin ada praktik suap menyuap, ada praktik gratifikasi, dan lain-lain. Kan sudah diatur dalam tindak pidana korupsi, pasal-pasal yang bisa digunakan. Kita serahkan kepada penegak hukum untuk menilai itu,” jelasnya.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengatakan, delapan pegawai yang dikenai sanksi terkait kasus pagar laut di Tangerang, Banten, berpotensi diproses ke ranah pidana jika ditemukan unsur kesengajaan, seperti pemalsuan dokumen atau penerimaan suap.
Selain itu, jika dalam penyelidikan lebih lanjut ditemukan indikasi adanya unsur penyalahgunaan wewenang, seperti penerimaan suap atau gratifikasi, maka para pegawai tersebut dapat dijerat dengan sanksi pidana.
"Tidak menutup kemungkinan dokumen-dokumen yang disajikan oleh pemohon merupakan dokumen yang tidak benar, seperti dokumen palsu. Misal dokumen palsu atau dokumen apa, itu mungkin bisa masuk dalam ranah pidana di ranah pidana adalah pemalsuan dokumen," kata Nusron, Kamis kemarin.
Delapan pegawai tersebut adalah JS, Kepala Kantor Pertahanan Kabupaten Tangerang pada masa itu; SH, eks Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran; ET, eks Kepala Seksi Survei dan Pementaan; WS, Ketua Panitia A; YS, Ketua Panitia A; NS, Panitia A; LM, eks Kepala Survei dan Pementaan setelah ET; dan KA, Eks PLT Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran.
Halaman Selanjutnya
"Tidak menutup kemungkinan dokumen-dokumen yang disajikan oleh pemohon merupakan dokumen yang tidak benar, seperti dokumen palsu. Misal dokumen palsu atau dokumen apa, itu mungkin bisa masuk dalam ranah pidana di ranah pidana adalah pemalsuan dokumen," kata Nusron, Kamis kemarin.