(Tulisan Prof. Dr. Aswadi, M.Ag, Konsultan Bimbingan Ibadah Haji Daker Madinah PPIH Arab Saudi 2025) *
VIVA – Haji bukan sekadar perjalanan fisik menuju Tanah Suci. Ia adalah latihan spiritual, sosial, dan moral yang menyeluruh—tempat di mana setiap jiwa dipanggil untuk menyucikan niat, merapikan akhlak, serta meneguhkan kembali nilai-nilai ketauhidan. Setiap langkah di tanah Arafah, Muzdalifah, dan Mina bukanlah rutinitas ritual belaka, tetapi jejak-jejak perenungan yang menghantarkan kita pada inti kemanusiaan dan ketakwaan.
Saya selalu mengingatkan para jemaah: jagalah kesehatan, jaga akhlak, dan jaga kehormatan diri. Di dunia yang serba digital seperti hari ini, satu kesalahan kecil bisa viral dan mencoreng banyak kebaikan yang telah dibangun. Maka saya katakan, ciptakanlah sedikit kebaikan yang mampu menutupi banyak kesalahan, jangan sebaliknya—biarkan satu kesalahan menghancurkan sekian banyak kebaikan.
Di Tanah Suci, kita semua—dari jutaan umat Islam—adalah yang terpilih. Maka tanamkan rasa syukur sedalam-dalamnya. Doakan keluarga, saudara, bangsa. Gunakan setiap momentum suci untuk mendoakan kedamaian dan keberkahan bagi Indonesia. Bangsa ini butuh insan-insan yang kembali dari Haji dengan jiwa bersih dan semangat membangun.
Saya sering katakan, Ka’bah boleh terhalang tembok, tapi hati tidak. Komunikasi spiritual tidak mengenal jarak, sebab sesungguhnya Baitullah juga bersemayam di hati orang-orang yang ikhlas. Maka bersihkanlah hati sebelum menunaikan rukun. Tidak cukup hanya mandi jasmani, tetapi juga mandi ruhani—membersihkan niat dan menyempurnakan keikhlasan.
Ada juga hal teknis yang sering saya ingatkan kepada para jamaah: soal niat, pakaian ihram, mandi sunnah, hingga larangan-larangan seperti menutup kepala bagi pria atau memakai kaus tangan bagi wanita. Semua ini bukan sekadar simbol, tapi bentuk ketaatan yang mendidik kedisiplinan spiritual.
Petugas haji kita jumlahnya terbatas. Jangan resah jika tak melihat mereka setiap saat. Belajarlah mandiri. Haji adalah perjalanan yang menuntut kedewasaan dalam ibadah. Dalam banyak hal, kita harus siap menolong diri sendiri sekaligus sesama, bukan bergantung penuh pada petugas.
Saya juga sampaikan kepada para jamaah: wukuf di Arafah adalah inti Haji. Jangan sia-siakan waktu dari zawal hingga Maghrib hanya dengan tidur atau berbincang tanpa arah. Gunakan untuk bermunajat. Tangisilah dosa-dosa. Mohonlah ampunan. Di sanalah Allah membuka pintu langit dengan seluas-luasnya.
Pulang dari Haji bukan sekadar membawa gelar “Haji” di depan nama, melainkan membawa kesadaran baru: bahwa setiap kita adalah agen perubahan. Haji bukan akhir, tetapi awal dari jihad sosial dan moral yang lebih besar di tanah air. Kita membawa oleh-oleh yang tidak kasat mata—keikhlasan, kesabaran, kedisiplinan, dan kepedulian.
Semoga Haji tahun ini menjadi momentum kebangkitan moral umat. Mari kita pulang tidak hanya sebagai hamba yang diampuni, tapi sebagai insan yang siap menjadi cahaya bagi sekitar. Di tengah tantangan bangsa yang kompleks, semoga para haji menjadi penggerak nilai-nilai rahmatan lil 'alamin. *(Tulisan ini diambil saat memberikan bimbingan haji Kepada jemaah di Sektor 2, Hotel Al Khulafa, Makkah, Arab Saudi, 2 Juni 2025)
Halaman Selanjutnya
Saya juga sampaikan kepada para jamaah: wukuf di Arafah adalah inti Haji. Jangan sia-siakan waktu dari zawal hingga Maghrib hanya dengan tidur atau berbincang tanpa arah. Gunakan untuk bermunajat. Tangisilah dosa-dosa. Mohonlah ampunan. Di sanalah Allah membuka pintu langit dengan seluas-luasnya.
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.