Jakarta, VIVA – Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo mengatakan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur hal perlindungan saksi. Nantinya, pihak yang masih berstatus sebagai saksi tak akan dicekal ke luar negeri.
Ia menilai bahwa Pasal yang mengatur pencekalan dalam RUU KUHAP masih menjadi perdebatan oleh banyak kalangan. Menurutnya, pihak yang berstatus sebagai saksi tak boleh diperlakukan sebagai tersangka.
Jika ingin dicekal, menurut dia, seorang saksi itu statusnya harus dinaikkan menjadi tersangka oleh aparat penegak hukum (APH).
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman
"Kalau dia masih saksi masa kemudian upaya paksa, upaya hukumnya dilakukan dengan cara-cara paksa. Misalkan pencekalan dan sebagainya. Sehingga ketika mau dicekal maka status kasus yang dialami oleh seorang saksi tersebut harus sudah naik penyidikan," kata Rudianto Lallo kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, dikutip Kamis, 17 Juli 2025.
Para anggota Komisi III, kata dia, menilai seorang saksi tak boleh dibatasi hak-haknya meski aparat penegak hukum menyebut ada asas praduga tak bersalah.
"Sekalipun APH akan bilang bahwa ini praduga bersalah, tetapi kan statusnya masih saksi. Sehingga teman-teman (DPR) menganggap karena dia masih saksi, tidak boleh dong hak-haknya kemudian dibatasi," kata Rudianto.
Rudianto pun memastikan bahwa perubahan yang sejauh ini sudah dibahas belum bersifat final, karena masih ada sejumlah tahap evaluasi dan pengecekan oleh Komisi III DPR RI. Dengan begitu, menurut dia, KPK masih mempunyai ruang untuk menyampaikan aspirasinya soal pencekalan tersebut.
Rapat Dengan Pendapat (RDP) Komisi III DPR dengan Polri
Photo :
- VIVA.co.id/Yeni Lestari
Pasalnya, dia juga tak menginginkan revisi KUHAP justru bertentangan dengan norma yang diatur dalam UU KPK.
"Saya kira harus arif bijaksana menilai mengapa muncul norma itu. Karena kita tidak mau seorang saksi diperlakukan selayaknya sebagai tersangka atau terdakwa," kata dia.
Sebelumnya diberitakan, KPK menilai beberapa aturan yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bisa melemahkan proses penindakan hukum.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo mengungkapkan beberapa Pasal tersebut terkait penyelidikan, penyadapan hingga pencekalan ke luar negeri. KPK kini masih membahas poin-poin Pasal tersebut secara internal.
"Masih terus kami bahas di internal beberapa poin yang berpotensi mereduksi ataupun berbeda dengan tugas dan fungsi serta kewenangan yang KPK jalankan selama ini, baik terkait dengan penyelidikan, penyadapan, kemudian terkait dengan kegiatan cegah luar negeri atau cekal begitu ya," ujar Budi kepada wartawan di Gedung KPK RI, Rabu, 16 Juli 2025.
Budi menjelaskan bahwa pencegahan atau pencekalan tidak harus dilakukan kepada tersangka. Sebab, lanjut dia, saksi kunci bisa kabur-kaburan ke luar negeri dan menyusahkan pemberkasan perkara jika sulit dipanggil.
“Karena esensi dari cekal itu adalah kebutuhan keberadaan dari yang bersangkutan untuk tetap di dalam negeri, sehingga ketika dilakukan proses-proses penyidikan dapat dilakukan lebih efektif,” tuturnya.
KPK menilai pemanggilan saksi di luar negeri bakal sulit dilakukan jika tidak bisa dicegah. KPK harus menunggu izin tinggalnya habis, baru bisa meminta keterangan.
KPK akan menyampaikan keluhan ini kepada para pemangku kepentingan. Namun, belum ditentukan waktu menyampaikan masukan tersebut.
Halaman Selanjutnya
Rudianto pun memastikan bahwa perubahan yang sejauh ini sudah dibahas belum bersifat final, karena masih ada sejumlah tahap evaluasi dan pengecekan oleh Komisi III DPR RI. Dengan begitu, menurut dia, KPK masih mempunyai ruang untuk menyampaikan aspirasinya soal pencekalan tersebut.