Tokyo, VIVA – Di tengah meningkatnya kasus gangguan kesehatan mental global, sebuah studi terbaru dari Japan Institute for Health Security memberikan harapan baru: pola makan tradisional Jepang yang meliputi nasi, sup miso, ikan, dan sayuran terbukti berkaitan dengan penurunan gejala depresi pada usia produktif.
Dilansir Mainichi, Minggu 29 Juni 2025, temuan ini menjadi penelitian pertama yang secara khusus mengevaluasi dampak pola makan khas Jepang terhadap kesehatan mental. Hasilnya membuka peluang besar untuk penerapan pendekatan gizi dalam pencegahan depresi, khususnya di lingkungan kerja dan komunitas.
Riset Terobosan: Apa yang Dimaksud dengan Pola Makan Jepang?
Pola makan yang dimaksud dalam studi ini terdiri dari berbagai elemen khas dapur Jepang, yakni:
- Produk kedelai (seperti tahu dan tempe Jepang)
- Sayuran matang
- Jamur
- Ikan laut
- Rumput laut
- Teh hijau
Selain versi asli, peneliti juga mengevaluasi varian modifikasi dengan penambahan buah-buahan, sayuran segar, dan produk susu.
Selama ini, diet Mediterania (yang kaya akan minyak zaitun, gandum utuh, dan sayuran) sudah banyak dikaji dan terbukti bermanfaat bagi kesehatan mental. Namun, penelitian spesifik tentang dampak diet Jepang terhadap depresi masih sangat minim—hingga hadirnya studi ini.
Temuan Mengejutkan: Korelasi Antara Pola Makan Jepang dan Depresi
Penelitian dilakukan terhadap 12.499 karyawan dari lima perusahaan besar di Jepang. Mayoritas peserta adalah pria (88 persen) dengan usia rata-rata 42,5 tahun.
Dari keseluruhan responden, sebanyak 30,9 persen menunjukkan gejala depresi. Namun, kelompok yang secara konsisten menjalani pola makan Jepang memiliki tingkat gejala depresi yang lebih rendah. Para peneliti berusaha mengisolasi faktor-faktor lain seperti usia, status pernikahan, gaya hidup, dan tekanan kerja, agar hasilnya lebih valid.
Mengapa Pola Makan Jepang Bisa Berdampak Positif pada Kesehatan Mental?
Hidangan Press Club steak ikan kakap merah
Photo :
- VIVAnews / Renne Kawilarang
Para ahli menyebutkan beberapa alasan ilmiah mengapa diet Jepang dapat membantu mengurangi risiko depresi:
Rumput laut, kedelai, dan sayuran kaya folat membantu produksi neurotransmiter penting seperti serotonin dan dopamin, yang mengatur suasana hati dan emosi.
Ikan laut berlemak (seperti makarel dan salmon) kaya akan asam lemak omega-3, yang dikenal memiliki efek antiinflamasi dan mampu memperbaiki fungsi otak.
Teh hijau, yang dikonsumsi secara rutin di Jepang, mengandung L-theanine, zat alami yang diketahui mampu meredakan stres dan kecemasan.
Gabungan bahan-bahan ini memberikan dukungan gizi holistik terhadap sistem saraf dan keseimbangan hormon di otak.
Implikasi untuk Kesehatan Masyarakat dan Dunia Kerja
Meskipun para peneliti mengakui bahwa riset lanjutan masih diperlukan, temuan ini memberikan fondasi kuat bagi upaya pencegahan depresi melalui pendekatan gizi. Mereka berharap bukti yang diperoleh dapat dimanfaatkan dalam pengembangan kebijakan kesehatan masyarakat, terutama di tempat kerja.
“Penelitian ini menjadi langkah awal penting untuk membuktikan bahwa apa yang kita konsumsi sehari-hari tidak hanya berdampak pada tubuh, tetapi juga jiwa,” demikian bunyi siaran pers lembaga tersebut.
Pentingnya Kesadaran Gizi dalam Mengelola Kesehatan Mental
Seiring meningkatnya tekanan hidup dan beban kerja di era modern, depresi menjadi salah satu masalah kesehatan paling serius. Studi ini menegaskan bahwa menjaga pola makan bergizi dan seimbang—terutama yang berbasis tradisi lokal seperti diet Jepang—dapat menjadi pilar pencegahan depresi yang efektif dan terjangkau.
Lebih dari sekadar tren diet, pola makan Jepang menekankan keseimbangan, kesederhanaan, dan keharmonisan—baik secara fisik maupun emosional.
Pola makan Jepang yang kaya nutrisi alami, rendah gula, dan rendah olahan terbukti berpotensi membantu menjaga kesehatan mental. Dengan meningkatnya perhatian dunia terhadap kesehatan jiwa, mengadopsi elemen-elemen dari diet tradisional ini dapat menjadi bagian dari solusi komprehensif mengatasi depresi.
Jika Anda sedang mencari cara alami untuk mendukung kesehatan mental, mungkin sudah saatnya untuk kembali ke dapur dan mencoba gaya makan yang sudah lama dipraktikkan oleh masyarakat Jepang.
Halaman Selanjutnya
Temuan Mengejutkan: Korelasi Antara Pola Makan Jepang dan Depresi