Jakarta, VIVA – Kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, tentang tarif bea masuk tambahan baru atas produk luar negeri, menurut Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun, memberi tekanan terhadap kinerja ekspor Indonesia ke negara itu.
Terhadap kebijakan tersebut, Misbakhun mendorong tim ekonomi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, segera konsolidasi menyeluruh. Demi menghadapi guncakan dari kebijakan yang dikenal sebagai Trump 2.0 itu.
"Konsolidasi itu perlu melibatkan para pemangku kepentingan lainnya. Bagaimanapun pemerintah harus tetap berhati-hati dalam menghitung untung rugi kebijakan tarif baru di AS pada kinerja perekonomian Indonesia secara keseluruhan,” ujar Misbakhun melalui siaran pers di Jakarta, Jumat 4 April 2025.
Langkah awal yang dilakukan pemerintah Indonesia dengan mengirim Tim Khusus Tingkat Tinggi untuk melobi Amerika Serikat, menurut Misbakhun itu langkah awal yang sudah tepat.
"Tentu kita semua berharap pada hasil Tim Khusus ini. Upaya renegosiasi dengan pemerintah Amerika Serikat adalah langkah terbaik," katanya.
Legislator dari Partai Golkar tersebut membeberkan data transaksi perdagangan Indonesia - AS pada 2024. Pada tahun lalu, nilai ekspor Indonesia ke AS mencapai USD 26,4 milliar.
Menurut Misbakhun, angka itu setara dengan 9,9 persen dari total kinerja ekspor nasional Indonesia.
"Posisi surplus di pihak Indonesia," ujarnya.
Lebih lanjut, mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) itu juga memerinci soal ekspor Indonesia ke AS. Dimana didominasi industri padat tenaga kerja, seperti tekstil, garmen, alas kaki, minyak sawit (CPO), hingga peralatan elektronik.
Dengan melihat kondisi itu, Misbakhun menduga kebijakan tarif ala Presiden Trump tersebut dapat memukul industri produk ekspor di Indonesia.
"Industri-industri tersebut akan mengalami tekanan pada harga mereka di pasar US yang menjadi lebih mahal karena terkena dampak tarif tambahan baru. Untuk bisa bersaing dari sisi harga, produk buatan Indonesia harus makin efisien dalam struktur biaya produksi, sekaligus untuk menjaga kelangsungan usaha mereka," papar Misbakhun.
Alumnus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) tersebut lanjut menjelaskan, dampak tarif baru kebijakan Trump tersebut berpengaruh pada kinerja ekspor Indonesia. Sehingga perusahaan-perusahaan di Tanah Air yang oreantasi ekspor bisa mengalami tekanan, hingga berefek pada APBN.
"Bisa jadi tekanan itu akan memengaruhi struktur laba mereka dan akan memberikan dampak pada pembayaran pajak mereka ke negara. Selama ini kinerja penerimaan negara dari pajak, bea masuk, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sangat dipengaruhi oleh kinerja ekspor dan faktor harga komoditas dunia. Jadi, target penerimaan negara dalam APBN 2025 harus dihitung ulang," ujar Misbakhun.
Doktor ilmu ekonomi itu mengutip arahan Presiden Prabowo tentang perbaikan struktural pada berbagai hambatan perekonomian melalui deregulasi ataupun penyederhanaan aturan yang menghambat. Misbakhun meyakini arahan tersebut jika dilaksanakan akan membantu upaya membangun efisiensi perusahaan di Indonesia.
"Dengan demikian industri kita tidak hanya mampu bertahan di tengah tekanan, tetapi juga menjadi lebih mampu bersaing di pasar global," imbuhnya.
Misbakhun juga mendorong agar Bank indonesia atau BI mengantisipasi kinerja kurs Rupiah terhadap dolar AS (USD). Pimpinan Komisi Keuangan dan Perbankan DPR itu memprediksi harga barang di US akan makin mahal. Sedangkan pendapatan pekerja mereka masih tetap sehingga memicu kenaikan inflasi yang saat ini masih relatif tinggi sejak pandemi Covid-19.
Dia juga memprediksi Bank Sentral AS (The Fed) akan menurunkan tingkat suku bunga sebagai alat kontrol supaya inflasi bisa dikendalikan.
"Penurunan tingkat suku bunga The Fed akan menjadi pemicu ketidakpastian lagi sehingga prediksi pertumbuhan ekonomi akan mengalami koreksi dan itu membuat kekhawatiran pada ketidakpastian baru di pasar uang. Kondisi ini akan memberikan tekanan koreksi negatif pada nilai tukar Rupiah atas USD," ujarnya.
Untuk itu, BI diminta untuk serius melakukan stabilitasi nilai tukar rupiah atas USD. Tegas Misbakhun, jangan sampai tekanan koreksi negatif pada Rupiah melewati angka psikologis.
"Pada saat pasar sedang libur Lebaran saat ini adalah waktu yg tepat bagi Bank Indonesia untuk melakukan exercises kebijakan stabilisasi nilai tukar yang paling tepat saat pasar kembali buka," tambahnya.
Misbakhun menyebut beberapa poin penting dalam kebijakan baru dari Presiden Trump itu harus diantisipasi sehingga dampak langsung dari kebijakan tarif tambahan sebesar 32 persen atas produk RI bisa diminimalisasi.
"Saya yakin Tim Ekonomi di Kabinet Merah Putih di bawah arahan Bapak Presiden Prabowo akan mampu menemukan formula kebijakan yang tepat dan bisa meredam guncangan akibat kebijakan tarif baru Trump," kata Misbakhun.
Halaman Selanjutnya
Dengan melihat kondisi itu, Misbakhun menduga kebijakan tarif ala Presiden Trump tersebut dapat memukul industri produk ekspor di Indonesia.