Jakarta, VIVA – Ahli hukum pidana dari Universitas Riau, Erdianto Effendi, memberikan penjelasan teoritis mengenai status hukum para terdakwa setelah pemberian abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong. Hal ini diungkapkan dalam persidangan kasus impor gula yang menjerat delapan pihak swasta
Penasihat hukum Hotman Paris mengawali pemeriksaan dengan pertanyaan mendasar mengenai konsekuensi hukum abolisi.
"Hampir semua sarjana hukum, profesor hukum di Indonesia bertanya, Tom Lembong sudah abolisi, kok, ini terlaku turut serta, turut serta lho bukan pelaku utama, kok jaksa tidak. Kan menurut KUHAP jaksa berwenang mencabut dakwaan," kata Hotman di persidangan, Jumat 26 September 2025.
Ahli hukum pidana Erdianto Effendi menjelaskan perbedaan mendasar antara amnesti dan abolisi. "Prinsipnya sebetulnya begini pak ya, secara teori, kalau amnesti itu memaafkan pelaku. Kalau abolisi, itu sebetulnya menghapuskan perbuatan," jelas Erdianto.
Hotman kemudian menekankan pada logika hukum yang fundamental. "Tidak mungkin ada turut serta kalau tidak ada pelaku utama. Benar?" tanya Hotman. Erdianto membenarkan, "Ya."
Pertanyaan kunci diajukan Hotman mengenai konsekuensi teoritis jika pelaku utama dianggap tidak melakukan perbuatan melawan hukum. "Kalau dalam suatu perbuatan pidana, pelaku utamanya perbuatannya dianggap tidak ada. Apakah turut serta masih ada?" tanya Hotman. Erdianto menjawab, "Tidak ikut artinya." Hotman memastikan, "Ikut hapus ya?" Erdianto menegaskan, "Iya, kalau betul-betul tidak ada."
Erdianto kemudian menjelaskan konsistensi teori hukum pidana. "Jadi secara teori hukum pidana, kalau pelaku utama unsur perbuatan melawan hukumnya sudah ditiadakan, dianggap tidak ada. Maka turut serta juga kebawa begitu kan, secara teori pidana umum ya?" tanya Hotman. Erdianto membenarkan, "Kalau secara umum ya."
Namun Erdianto mengingatkan kompleksitas penerapannya dalam kasus konkret. "Tapi dalam kasus Tom Lembong beda Pak ya," kata Erdianto, mengisyaratkan perlu pembacaan detail terhadap keputusan abolisi yang diberikan.
Pertukaran pendapat antara Hotman Paris dan ahli hukum pidana ini mengungkap argumentasi hukum yang diandalkan pihak pembela. Menurut logika yang dibangun, dengan dihapusnya proses hukum terhadap Tom Lembong melalui abolisi, seharusnya dakwaan turut serta terhadap delapan pihak swasta juga kehilangan dasar hukumnya.
Persidangan yang berlangsung ini terus menguji konsistensi penerapan hukum dalam kasus impor gula yang telah berjalan beberapa tahun terakhir. Kehadiran ahli hukum pidana dari Universitas Riau ini diharapkan dapat memberikan pencerahan hukum bagi majelis hakim dalam memutus perkara.
Tom Lembong telah divonis 4,5 tahun penjara, namun pada 1 Agustus 2025, Presiden Prabowo Subianto memberikan abolisi kepadanya melalui Keppres Nomor 18 Tahun 2025, yang mengakibatkan proses hukum terhadapnya dihentikan . Sementara itu, proses hukum terhadap pihak swasta tetap berlanjut.
Pihak swasta dalam perkara ini didakwa dengan pasal tentang "turut serta" (Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP), bukan sebagai pelaku utama . Inti dari dakwaan jaksa adalah bahwa para terdakwa swasta ini dianggap mengambil keuntungan dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku utama, yaitu Tom Lembong .
Halaman Selanjutnya
Namun Erdianto mengingatkan kompleksitas penerapannya dalam kasus konkret. "Tapi dalam kasus Tom Lembong beda Pak ya," kata Erdianto, mengisyaratkan perlu pembacaan detail terhadap keputusan abolisi yang diberikan.

4 weeks ago
23









