Jakarta, VIVA – DPR RI resmi merevisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang tata tertib yang memungkinkan mereka mengevaluasi berkala pejabat publik yang ditetapkan melalui hasil uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test di lembaga tersebut. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, buka suara atas keputusan tersebut.
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak menjelaskan keputusan DPR itu dilihat dari sudut pandang hukum administrasi negara. Dia menjelaskan bahwa Surat Keputusan Pemberhentian Pejabat hanya dapat dilakukan oleh pejabat dari lembaga yang mengangkat pejabat tersebut.
"Atau Surat Keputusan Pengangkatan dinyatakan batal atau tidak sah oleh Putusan Pengadilan TUN berdasarkan gugatan yang diajukan oleh orang atau suatu badan yang merasa kepentingannya dirugikan sebagaimana diatur dlm UU No. 5 Tahn 1986 tentang Peradilan TUN dan bila ditinjau dari sudut pandang Hukum Tata Negara khususnya UU yang mengatur tentang Urutan Peraturan Perundang Undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 dan Pasal 8 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan," jelas Johanis Tanak kepada wartawan, dikutip Jumat 7 Februari 2025.
Tanak menyebut, jika merujuk pada UU No. 12 Tahun 2011, Peraturan DPR berada di bawah UU sehingga bila ada pihak yang merasa kepentingannya dirugikan oleh Peraturan DPR RI tersebut, yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan judicial review ke MA RI.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa yang memiliki hak untuk memberhentikan pimpinan KPK yakni hanyalah Presiden RI. Hal itu sudah tertuang dalam Undang-undang yang sifatnya ada di atas peraturan DPR RI.
"Surat Keputusan Pemberhentiannya harus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU No. 19 Tahun 2019 yang mengatur mengenai syarat Pemberhentian Pimpinan KPK," ucapnya.
"Iya betul (peraturan DPR bertentangan dengan UU) hal itu dapat dijadikan alasan untuk mengajukan permohonan judicial review ke MA RI," imbuh Tanak.
Sebelumnya, DPR RI menyetujui revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib yang memungkinkan mereka mengevaluasi berkala pejabat publik yang ditetapkan melalui hasil uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di lembaga tersebut.
Persetujuan itu diambil saat Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 4 Februari 2025.
“Tiba lah saatnya kami minta persetujuan fraksi-fraksi terhadap hasil pembahasan revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib, apakah dapat disetujui?” tanya Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir saat memimpin rapat paripurna.
“Setuju,” jawab anggota dewan yang hadir.
Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Sturman Panjaitan menjelaskan bahwa revisi tersebut dilakukan berdasarkan penugasan Pimpinan DPR RI, dan telah dibahas dalam Rapat Baleg pada Senin, 3 Februari 2025.
Sturman menjelaskan bahwa dalam rapat itu telah dibacakan pandangan mini fraksi, dan seluruh fraksi menyetujui rancangan peraturan tersebut.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa perubahan Peraturan DPR RI itu mengatur disisipkannya Pasal 228A ayat (1) dan (2) di antara Pasal 228 dan Pasal 229.
Dia mengatakan bahwa Pasal 228A ayat (1) berbunyi: “Dalam rangka meningkatkan fungsi pengawasan dan menjaga kehormatan DPR terhadap hasil pembahasan komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 227 ayat (2), DPR dapat melakukan evaluasi secara berkala terhadap calon yang telah ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR.”
Kemudian, Pasal 228A ayat (2) berbunyi: “Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat mengikat dan disampaikan oleh komisi yang melakukan evaluasi kepada pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku.”
Sementara beberapa calon pejabat publik yang disepakati dalam Rapat Paripurna DPR RI usai menjalani uji kepatutan dan kelayakan adalah seperti pimpinan KPK atau calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
Halaman Selanjutnya
Sebelumnya, DPR RI menyetujui revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib yang memungkinkan mereka mengevaluasi berkala pejabat publik yang ditetapkan melalui hasil uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di lembaga tersebut.