Bukittinggi, VIVA – Penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI Rate diharapkan segera mendorong penurunan suku bunga kredit perbankan. Namun, meski BI Rate turun sebanyak enam kali sejak September 2024 dengan total 150 basis poin, laju suku bunga kredit justru relatif stagnan.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas transmisi kebijakan moneter ke sektor riil.
Direktur Kebijakan Makroprudensial BI, Irman Robinson, menjelaskan bahwa salah satu faktor utama yang menahan penurunan suku bunga perbankan adalah dana pihak ketiga (DPK).
“Suku bunga DPK, terutama special rate, masih tinggi di 26,3 persen, dengan total nominal sekitar Rp2.549 triliun. Ini membuat transmisi suku bunga perbankan masih terbatas,” ujarnya saat diskusi media di Bukittinggi, Sumatera Barat, Jumat, 23 Oktober 2025.
Meski pertumbuhan kredit secara keseluruhan menunjukkan perbaikan, angka 7,7 persen pada September masih didominasi oleh kredit investasi yang tumbuh 15,18 persen. Sementara kredit modal kerja dan kredit konsumsi cenderung melambat.
![]()
“Kalau kita lihat, rasio UL (undisbursed loan), yaitu fasilitas kredit yang sudah diberikan tapi belum dicairkan oleh korporasi, saat ini berada di angka 22,54 persen kalau secara agregat,” jelas Irman.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian plafon kredit belum digunakan, sehingga penurunan BI Rate belum sepenuhnya menstimulus penyaluran kredit baru.
Bank Indonesia pun menempuh kebijakan makroprudensial untuk mempercepat transmisi penurunan suku bunga. Salah satunya adalah memperluas kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM), yang sebelumnya hanya mendorong penyaluran kredit ke sektor prioritas, kini juga fokus pada kecepatan bank menurunkan suku bunga kredit.
“Jika bank lebih cepat menurunkan suku bunga kreditnya, mereka akan mendapat tambahan insentif likuiditas makroprudensial," paparnya.
"Jadi total insentifnya kita tingkatkan dari sebelumnya 5 persen menjadi 5,5 persen, karena ini sifatnya forward looking, jadi kalau dulu kita tetapkan berdasarkan pencapaian penyaluran kredit bank di periode sebelumnya, sekarang kita bukan hanya berdasarkan realisasi saja, tapi juga kita melihat komitmennya," jelasnya.
BI menegaskan bahwa kebijakan operasi moneter pro-market akan terus diperkuat, termasuk rencana penerbitan FRN (floating rate note) dan overnight index swap, sekaligus menjaga stabilitas Rupiah.
Halaman Selanjutnya
Melalui berbagai langkah ini, Bank Indonesia berharap transmisi penurunan BI Rate ke suku bunga kredit dapat lebih cepat, sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi sekaligus menjaga stabilitas sistem keuangan nasional.

3 hours ago
4









