Jakarta, VIVA – Pasar modal hingga emas kompak merosot di tengah memanasnya konflik geopolitik antara Iran dan Israel serta kebijakan moneter ketat dari Federal Reserve (The Fed). Namun, aset kripto paling berharga di dunia, Bitcoin (BTC), stabil di level US$104.000 dalam beberapa hari terakhir.
Di tengah ketidakpastian tersebut, pelaku pasar cenderung mencari aset alternatif yang mampu bertahan dari tekanan makro. Namun yang mengejutkan, harga emas yang selama ini dikenal sebagai instrumen lindung nilai justru melemah.
Hal ini terjadi setelah The Fed mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 4,25 persen sampai 4,50 persen dan memberi sinyal penurunan suku bunga akan dilakukan secara bertahap hingga 2027. Namun, upaya bank sentral masih akan melihat perkembangan data ekonomi dan inflasi.
Ketua The Fed Jerome Powell menilai masih adanya potensi peningkatan inflasi dalam beberapa bulan ke depan dan ruang pemangkasan suku bunga bisa sangat terbatas. Sikap ini menekan minat terhadap logam mulia, termasuk emas, yang selama ini menjadi rujukan utama saat risiko global meningkat.
Pada Jumat, 20 Juni 2025, harga emas global terpantau tergelincir menjadi US$3.335 atau turun 2,5 persen dalam sepekan. Penutunan harga komoditas emas menyusul keputusan The Fed mempertahankan suku bunga tinggi dan memperlambat laju pemangkasan dalam beberapa tahun ke depan.
Sementara itu, harga Bitcoin anteng di level US$104.000 bahkan saat indeks saham global, regional dan domestik bergejolak akibat tekanan geopolitik yang memicu kekhawatiran dunia. Khususnya, ketika ketegangan meningkat setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan dukungan terhadap Israel untum membantu serangan ke fasilitas nuklir Iran.
Vice President Indodax Antony Kusuma menyebut, ketahanan Bitcoin dalam situasi penuh tekanan menunjukkan transformasi besar dalam pola pikir investor global terhadap aset digital. Menurutnya, ini bukan sekadar soal harga tetapi tentang bagaimana pasar global kini mulai menempatkan Bitcoin sebagai salah satu poros dalam peta strategi aset dunia.
"Ketika bank sentral semakin bersikap ketat dan geopolitik makin tidak pasti, investor mencari instrumen yang netral secara politik, terbuka, dan tidak bisa dimanipulasi. Bitcoin menjawab semua itu,” jelas Antony dalam keterangannya, Senin, 23 Juni 2025.
Anthony menambahkan, tren investasi terhadap Bitcoin mulai menunjukkan pendekatan yang lebih matang. Kini, para investor tidak lagi hanya melihat Bitcoin sebagai instrumen spekulatif.
“Kami melihat adanya peningkatan minat dari investor, termasuk sebagian institusi, yang tidak lagi hanya melihat Bitcoin sebagai instrumen spekulatif tetapi juga sebagai alternatif lindung nilai di tengah ketidakpastian global,” imbuh Anthony.
Di Indonesia sendiri, kata Antony, tren yang sama mulai tampak jelas di mana investor muda semakin sadar akan peran Bitcoin dalam diversifikasi portofolio jangka panjang. Adanya pergeseran pemikiran dari aset spekulatif menjadi investasi dengan pendekatan terencana di kalangan investor.
Salah satunya menerapkan, strategi Dollar-Cost Averaging (DCA) yang menjadi pilihan banyak investor. Anthony menyinggung pendekatan ini memungkinkan akumulasi aset secara disiplin dan stabil di tengah fluktuasi.
Ia juga menyampaikan, faktor Bitcoin bertahan di tengah gejolak ekonomi karena aset emas digital ini tidak bergantungan terhadap otoritas pusat dalam pengelolaan pasokan. Sifat yang terbatas dan desentralisasi ini membuatnya unik dalam lanskap investasi modern.
“Bitcoin tidak dikendalikan oleh bank sentral dan tidak bisa dicetak ulang seperti mata uang fiat. Jumlahnya terbatas hanya 21 juta koin, dan hal ini diatur langsung oleh protokolnya" ujarnya.
Meski begitu, Anthony tetap memperingatkan harga Bitcoin tetap bisa dipengaruhi oleh sentimen pasar yang muncul akibat kebijakan moneter global atau ketegangan geopolitik. Ia lagi-lagi menyinggung perbedaan Bitcoin dengan mata uang fiat yang peredarannya bisa ditambah sesuai keputusan bank sentral tetapi suplai Bitcoin bersifat tetap.
"Ini memberi nilai protektif terhadap inflasi jangka panjang,” lanjut Anthony.
Selain itu, kondisi saat ini memperlihatkan realita bahwa instrumen-instrumen tradisional seperti emas bisa tertekan oleh kebijakan suku bunga. Sementara Bitcoin justru mampu menunjukkan ketahanan dalam tekanan yang sama.
“Ada realokasi kepercayaan. Aset digital seperti Bitcoin memberi akses ke dunia tanpa batas, dengan efisiensi dan transparansi yang belum pernah ada sebelumnya,” kata Antony.
Antony menegaskan Bitcoin dan emas bukanlah pesaing mutlak karena keduanya bisa memiliki fungsi pelindung nilai dengan cara berbeda. Emas punya warisan ribuan tahun, sedangkan Bitcoin menawarkan nilai strategis dalam ekonomi digital masa depan.
"Keduanya relevan, tergantung konteks dan kebutuhan investor,” ucapnya.
Ia menyambut baik perkembangan regulasi stablecoin di AS yang dinilai memberi angin segar bagi perkembangan ekosistem kripto global. Termasuk di Indonesia, regulasi yang jelas seperti pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberi kepastian bagi pelaku pasar domestik untuk tumbuh secara sehat.
“Indodax terus berkomitmen menyediakan ekosistem perdagangan aset kripto yang aman, legal, dan berstandar global. Dengan dukungan komunitas yang terus tumbuh, Kami percaya kripto dapat memainkan peran strategis dalam ekonomi digital Indonesia,” ujar Antony.
Sebagai penutup, Antony mengajak masyarakat untuk mengambil langkah strategis dalam menyikapi perubahan lanskap keuangan global. Baginya, volatilitas selalu ada tetapi arah besar dunia menuju digitalisasi tidak bisa dibantah.
"Bitcoin bukan sekadar tren, ia adalah sinyal perubahan arah sejarah finansial. Yang mengenal dan memahami sekarang, akan memetik manfaat lebih cepat di masa depan,” pungkasnya.
Halaman Selanjutnya
Vice President Indodax Antony Kusuma menyebut, ketahanan Bitcoin dalam situasi penuh tekanan menunjukkan transformasi besar dalam pola pikir investor global terhadap aset digital. Menurutnya, ini bukan sekadar soal harga tetapi tentang bagaimana pasar global kini mulai menempatkan Bitcoin sebagai salah satu poros dalam peta strategi aset dunia.