Washington, VIVA – Seorang hakim federal menghentikan sementara keputusan kontroversial pemerintahan Donald Trump yang melarang Universitas Harvard menerima mahasiswa asing.
Keputusan pemerintah itu merupakan sebuah langkah hukum yang dinilai sebagai pembalasan politik terhadap kampus bergengsi tersebut.
Hakim Pengadilan Distrik AS, Allison Burroughs, mengeluarkan putusan hanya beberapa jam setelah Harvard menggugat keputusan tersebut pada Jumat lalu, 23 Mei 2025.
Dalam gugatannya, Harvard menyatakan pencabutan sertifikasi dari Program Mahasiswa dan Pengunjung Pertukaran (SEVP) oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri sebagai balasan yang jelas atas penolakan universitas terhadap kebijakan ideologis pemerintah.
"Ini adalah tindakan terbaru oleh pemerintah sebagai pembalasan yang jelas atas Harvard yang menjalankan hak Amandemen Pertama untuk menolak tuntutan pemerintah untuk mengendalikan tata kelola, kurikulum, dan 'ideologi' fakultas dan mahasiswanya," tulis gugatan tersebut, dikutip dari CNN Internasional, Minggu 25 Mei 2025.
Burroughs, yang juga menangani gugatan terpisah dari Harvard terkait pembekuan dana federal sebesar US$ 2,65 miliar (Rp 33,5 triliun) menyatakan dalam perintahnya bahwa Harvard berpotensi mengalami kerugian langsung dan tidak dapat diperbaiki jika larangan itu diterapkan sebelum pengadilan memproses gugatan secara penuh.
Konferensi jarak jauh terkait kasus ini dijadwalkan berlangsung Selasa, sebelum sidang lanjutan diadakan Kamis di pengadilan federal Boston untuk mempertimbangkan penerbitan putusan pendahuluan.
Menariknya, sidang tersebut bertepatan dengan hari wisuda Harvard, saat banyak mahasiswa internasional merayakan kelulusan mereka hanya enam mil dari gedung pengadilan tempat masa depan status hukum mereka akan diputuskan.
Larangan pemerintah Trump terhadap Harvard disebut sebagai hukuman berat atas penolakan universitas tersebut terhadap tuntutan kebijakan Gedung Putih, termasuk menyerahkan catatan disiplin mahasiswa dan menghentikan program kesetaraan.
Harvard menilai tuntutan itu sebagai upaya kontrol ideologis yang tidak sah.
"Harvard tidak dapat lagi menerima mahasiswa asing dan mahasiswa asing yang ada harus pindah atau kehilangan status hukum mereka," ungkap Departemen Keamanan Dalam Negeri AS dalam pernyataannya.
"Dengan goresan pena, pemerintah telah berupaya menghapus seperempat dari jumlah mahasiswa Harvard," lanjut gugatan Harvard.
Presiden Harvard, Alan Garber, menegaskan bahwa pihak universitas akan berdiri membela hak-hak mahasiswa internasionalnya dan terus memperjuangkan keadilan di ranah hukum.
Gugatan terbaru Harvard ditujukan kepada Departemen Keamanan Dalam Negeri, Kehakiman, dan Negara, serta Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem, Jaksa Agung Pam Bondi, dan Menteri Luar Negeri Marco Rubio.
Reaksi Gedung Putih
Namun, pemerintah membalas keras. Asisten Menteri Keamanan Dalam Negeri untuk Urusan Publik, Tricia McLaughlin, menyatakan:
“Gugatan ini berupaya melumpuhkan kewenangan Presiden yang secara konstitusional diberikan berdasarkan Pasal II. Merupakan hak istimewa, bukan hak, bagi universitas untuk menerima mahasiswa asing dan mendapatkan keuntungan dari pembayaran biaya kuliah yang lebih tinggi untuk membantu menambah dana abadi mereka yang bernilai miliaran dolar," ungkapnya.
“Pemerintahan Trump berkomitmen untuk memulihkan akal sehat ke dalam sistem visa pelajar kami; tidak ada gugatan, ini atau yang lainnya, yang akan mengubahnya. Kami memiliki hukum, fakta, dan akal sehat di pihak kami.”
Sementara itu, ketika ditanya di Gedung Putih apakah larangan serupa akan diberlakukan terhadap universitas lain, Presiden Donald Trump mengatakan bahwa dia sedang mempertimbangkan banyak hal. "Kami sedang mempertimbangkan banyak hal.”
"Harvard harus mengubah cara-caranya. Begitu pula beberapa universitas lain," tegasnya.
Kasus ini menjadi titik panas terbaru dalam pertarungan antara institusi pendidikan tinggi dan kebijakan imigrasi yang semakin ketat di bawah pemerintahan Trump.
Halaman Selanjutnya
Menariknya, sidang tersebut bertepatan dengan hari wisuda Harvard, saat banyak mahasiswa internasional merayakan kelulusan mereka hanya enam mil dari gedung pengadilan tempat masa depan status hukum mereka akan diputuskan.