Dua Terdakwa Korupsi Shelter Tsunami di NTB Divonis 6 dan 7,5 Tahun Penjara

1 day ago 3

Rabu, 4 Juni 2025 - 13:43 WIB

Mataram, VIVA – Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat, menjatuhkan vonis pidana kepada dua orang terdakwa korupsi pembangunan shelter tsunami di Lombok Utara sesuai tuntutan jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Mengadili dengan menjatuhkan pidana kepada terdakwa satu Aprialely Nirmala dengan hukuman enam tahun penjara," kata Ketua Majelis Hakim Isrin Surya Kurniasih saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Rabu.

Terhadap pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek tahun 2014 dari Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi NTB pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI tersebut, hakim juga menjatuhkan pidana denda Rp 300 juta.

Untuk subsider atau kurungan pengganti dari denda apabila tidak dibayarkan sesuai ketentuan yang berlaku, hakim menetapkan lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni dari 6 bulan menjadi 4 bulan.

Selanjutnya, untuk terdakwa dua Agus Herijanto yang berperan sebagai kepala pelaksana proyek dari PT Waskita Karya, hakim menjatuhkan pidana sesuai tuntutan jaksa, yakni pidana hukuman 7 tahun 6 bulan penjara dengan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan, serta membebankan uang pengganti Rp 1,3 miliar subsider 2 tahun.

Sesuai tuntutan jaksa, hakim sependapat dengan menyatakan bahwa kedua terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama hingga mengakibatkan bangunan senilai Rp 20,9 miliar itu tidak memenuhi azas pemanfaatan.

Akibat dari perbuatan kedua terdakwa, hakim menyatakan sependapat dengan hasil audit BPKP RI bahwa kerugian negara dalam perkara ini senilai Rp 18,46 miliar atau sebanding dengan nilai total kerugian dari pengerjaan proyek tersebut.

Aprialely sebagai PPK pelaksana proyek juga dinyatakan telah memperkaya terdakwa dua Agus Herijanto sebagai kepala pelaksana proyek dengan nilai Rp 1,3 miliar. Nilai tersebut muncul dari penggunaan anggaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam laporan akhir pekerjaan.

Dari uraian putusan tersebut, hakim menyatakan perbuatan Aprialely Nirmala bersama Agus Herijanto terbukti melanggar dakwaan alternatif pertama penuntut umum, yakni Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. (Ant)

Halaman Selanjutnya

Akibat dari perbuatan kedua terdakwa, hakim menyatakan sependapat dengan hasil audit BPKP RI bahwa kerugian negara dalam perkara ini senilai Rp 18,46 miliar atau sebanding dengan nilai total kerugian dari pengerjaan proyek tersebut.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |