VIVA – Aktivis Swedia Greta Thunberg akan dideportasi ke Yunani pada Senin 6 Oktober 2025 waktu setempat. Greta diketahui dideportasi setelah ditahan oleh Israel, bersama ratusan aktivis lainnya yang tergabung dalam misi Global Sumud Flotilla, yang berlayar membawa bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.
Dideportasinya Greta Thunberg ini juga sempat mendapat sorotan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Trump menyebut gadis tersebut sebagai ‘pembuat onar’ dan ‘punya masalah manajemen amarah’
Lantas siapa sosok Greta Thunberg? Berikut ini fakta menarik soal aktivis asal Swedia tersebut yang dilansir dari berbagai sumber.
- Dikenal sejak tahun 2018 lewat aksi mogok sekolahnya
Greta Thunberg pertama kali menarik perhatian internasional pada 20 Agustus 2018 ketika ia membolos sekolah untuk berunjuk rasa di luar Parlemen Swedia. Sambil memegang plakat buatan tangan bertuliskan 'Skolstrejk för klimatet' (Mogok Sekolah untuk Iklim), demonstrasi tunggalnya menginspirasi hingga melahirkan gerakan yang dikenal Fridays for Future.
Pada Maret 2019, aksi mogok sekolah telah menyebar ke lebih dari 120 negara. Reuters memperkirakan lebih dari satu juta siswa berpartisipasi dalam aksi mogok global awal ini, menunjukkan betapa cepatnya pesan Thunberg bergema di seluruh dunia.
- Selebriti yang Enggan dengan Jangkauan Global
Greta juga pernah datang ke acara KTT Aksi Iklim PBB di New York dengan menggunakan kapal pesiar bebas emisi pada tahun 2019 lalu. Tindakan Greta ini merupakan salah satu komitmen terhadap perjalanan emisi rendah karbob. Sejak saat itu dirinya sering menyuarakan minak di Dubai dan Milan serta bergabung dengan armada bantuan menuju Gaza yang kemudian dicegat oleh pasukan Israel.
Meskipun memiliki platform internasional, Thunberg tetap kembali hampir setiap hari Jumat untuk berdemonstrasi di luar Parlemen Swedia, menunjukkan dedikasinya terhadap aksi akar rumput.
- Ungkap Kondisi Autisme
Greta secara terbuka menyebut dirinya didiagnosis dengan sindrom Asperger, gangguan obsesif-kompulsif, dan mutisme selektif. Mempelajari ilmu iklim pada usia delapan tahun membuatnya depresi dan menarik diri. Diagnosisnya membantunya membingkai ulang kondisinya sebagai sumber fokus dan ketahanan.
Ia menganggap autisme memberinya kejernihan untuk berkonsentrasi pada fakta ilmiah dan menghindari gangguan. Kualitas inilah yang telah membentuk advokasinya. Majalah TIME menobatkannya sebagai Person of the Year pada tahun 2019, menyebutnya sebagai 'ikon sebuah generasi' dan orang termuda yang pernah menerima gelar tersebut.
Halaman Selanjutnya
Sempat menghadapi konsekuensi hukum atas aktivismenya