Jakarta, VIVA – Industri Hasil Tembakau (IHT) kini berada di titik kritis. Tekanan fiskal, regulasi yang semakin ketat, serta tren penurunan produksi rokok membuat sektor ini menghadapi ancaman serius.
Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani mengatakan, jika tidak segera ditangani, situasi ini berpotensi menimbulkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang akan memperparah angka pengangguran dan menambah beban ekonomi nasional.
Irma menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh tinggal diam melihat kondisi IHT yang kian tertekan. Menurutnya, tingginya cukai dan maraknya rokok ilegal menjadi penyebab utama situasi semakin sulit bagi pabrikan.
“Pemerintah harus membereskan persoalan ini agar tidak terjadi PHK massal di pabrik rokok. Ini harus menjadi perhatian serius,” ujar Irma dalam keterangan resminya Selasa, 16 September 2025.
Ia menyoroti dampak besar dari peredaran rokok ilegal yang semakin terang-terangan merugikan industri resmi. Produk ilegal tersebut tidak membayar cukai, sementara harga rokok legal yang dikenai cukai resmi semakin tinggi. Hal ini menimbulkan ketimpangan besar di pasar.
Bea Cukai Semarang Musnahkan Puluhan Juta Batang Rokok Ilegal
DPR, lanjut Irma, berkomitmen mengawasi langkah pemerintah agar ekosistem industri tembakau kembali kondusif. “Kami di DPR akan mengkritisi, melakukan investigasi, dan memastikan solusi terbaik agar pengangguran berjemaah tidak semakin bertambah,” tegasnya.
Desakan Moratorium Kenaikan Cukai
Dari sisi pekerja, kebijakan penundaan kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) dinilai sebagai langkah paling realistis untuk menyelamatkan jutaan tenaga kerja di sektor ini.
Ketua Forum Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FSP RTMM-SPSI) DIY, Waljid Budi Lestarianto, menekankan bahwa kebijakan fiskal harus memperhatikan daya beli masyarakat.
“Harapan kami, pemerintah perlu menunda kenaikan tarif cukai demi menjaga daya beli masyarakat,” ungkap Waljid.
Ia menjelaskan, kenaikan cukai sangat berpengaruh pada sektor padat karya, terutama sigaret kretek tangan (SKT) yang menyerap jutaan tenaga kerja. Menurutnya, moratorium menjadi jalan tengah untuk menjaga keseimbangan antara pendapatan pekerja dan stabilitas industri.
“Cukai naik sedikit saja langsung berimbas ke pendapatan pekerja. Padahal, IHT adalah sektor padat karya,” tambahnya.
Peredaran Rokok Ilegal Kian Mengkhawatirkan
Selain menekan moratorium, Waljid juga mendesak pemerintah memperkuat pengawasan dan penindakan terhadap peredaran rokok ilegal. Ia menegaskan bahwa fenomena ini semakin terbuka dan merugikan negara sekaligus industri resmi.
“Mereka tidak bayar pajak dan cukai, tapi peredarannya kini sudah terang-terangan. Kami minta pemerintah benar-benar tegas menindak,” tegas Waljid.
Halaman Selanjutnya
Ketua Forum Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FSP RTMM-SPSI) DIY, Waljid Budi Lestarianto, menekankan bahwa kebijakan fiskal harus memperhatikan daya beli masyarakat.