Investor RI Banyak FOMO Investasi Aset Kripto, OJK: Risikonya Kita Perangi

4 hours ago 1

Senin, 3 Februari 2025 - 22:11 WIB

Jakarta, VIVA – Pertumbuhan nilai transaksi dan akun pelanggan menandakan perdagangan aset kripto di dalam negeri semakin bergeliat dan diminati investor lokal. Sayangnya, tingkat literasi dan inklusi keuangan di Indonesia relatif rendah. 

Perkembangan perdagangan aset digital menunjukkan tren positif di mana nilai transaksi aset kripto mencapai Rp 650,61 triliun selama tahun 2024. Perolehan tersebut menjadi rekor tertinggi kedua setelah tahun 2021 membukukan sebanyak Rp 859,4 triliun. 

Lonjakan nilai transaksi sejalan dengan peningkatan akun pelanggan menjadi 22,9 juta investor. Tren positif ini membawa Indonesia menempati peringkat ketiga dalam indeks adopsi kripto dunia (Global Crypto Adoption Index) di bawah India dan Nigeria. 

Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Hasan Fawzi, mengungkapkan salah satu tantangan terbesar dalam industri ini adalah minimnya literasi masyarakat mengenai aset kripto.

Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2024 oleh OJK, tingkat literasi nasional sebesar 65,43 persen sedangkan inklusi sebesar 75,02 persen. 

"Meskipun akses terhadap layanan keuangan digital semakin luas, pemahaman masyarakat terhadap produk keuangan seperti aset kripto, saham, surat utang, properti, dan lainnya masih perlu diperkuat," paparnya saat memberikan sambutan di acara pembukaan Bulan Literasi Kripto 2025 di Jakarta. 

Hasan menyinggung FOMO atau Fear of Missing Out menjadi salah satu faktor utama yang mendorong tingkat inklusi lebih tinggi dari literasi keuangan. Masyarakat cenderung berinvestasi di aset kripto tanpa memahami risiko karena khawatir ketinggalan tren.

"FOMO membuat masyarakat kita berlomba-lomba berinvestasi aset kripto bahkan tanpa memahami risikonya ini harus terus kita perangi," tutur Hasan.

Dari sisi perlindungan konsumen, Hasan menuturkan OJK akan terus meningkatkan transparansi dan edukasi diharapkan tidak terjadi dislokasi di pasar. Upaya manipulasi pasar, pengawasan produk investasi bodong dapat terjaga karena masyarakat sudah semakin mapan membedakan yang legal dan ilegal. 

Kolaborasi antara regulator, pelaku industri, dan pemangku kepentingan terkait menjadi elemen kunci mewujudkan ekosistem kripto yang sehat dan aman. Hasan mengingatkan supaya tidak hanya fokus melihat potensi aset digital sebagai instrumen inovatif.

"Penting untuk memastikan bahwa setiap pengembangannya dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik," imbuh Hasan.

Halaman Selanjutnya

Hasan menyinggung FOMO atau Fear of Missing Out menjadi salah satu faktor utama yang mendorong tingkat inklusi lebih tinggi dari literasi keuangan. Masyarakat cenderung berinvestasi di aset kripto tanpa memahami risiko karena khawatir ketinggalan tren.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |