Jaksa Agung Sebut Ada 300 Terpidana Mati Belum Dieksekusi, Yusril: Menyangkut Negara Lain dan Pertimbangan Kemanusiaan

3 hours ago 2

Jumat, 7 Februari 2025 - 10:50 WIB

Jakarta, VIVA – Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) RI, Yusril Ihza Mahendra buka suara terkait dengan pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin soal masih ada 300 terpidana mati belum dieksekusi.

Yusril menjelaskan bahwa terpidana mati yang belum dieksekusi itu, sampai dengan saat ini masih ada sangkut-paut dengan negara lain. Kemudian aparat penegak hukum (APH)  masih perlu menunggu keputusan Presiden RI Prabowo Subianto.

"Dan karena itu juga tentu kita harus mendengar apa pertimbangan dan arahan Presiden terhadap pelaksanaan pidana mati itu," ujar Yusril Ihza kepada wartawan, Jumat, 7 Februari 2025.

Menko Kumham Imipas Yusril Ihza Mahendra

Photo :

  • ANTARA/Fath Putra Mulya

Yusril menilai bahwa pertimbangan tersebut memang ada perbedaan dengan Pasal 270 KUHAP. Dalam aturan tersebut tertuang bahwa jaksa bertugas melaksanakan eksekusi. 

Yusril mengatakan, tidak ada jaksa eksekutor yang melaksanakan putusan pengadilan terhadap pidana terbatas seumur hidup atau 20 tahun dieksekusi oleh kejahatan dengan serah terima kepada kalapas untuk membina narapidana itu. Dengan demikian tanggung jawab dari kejahatan selesai dengan eksekusi. 

"Beda halnya dengan hukuman mati, hukuman mati itu kan orangnya ditembak, ya selesai mati ya," katanya.

Kendati begitu, Yusril menjelaskan bahwa terpidana mati yang belum dieksekusi itu saat ini masih menyangkut dengan negara lain.

"Tapi persoalannya karena ini menyangkut negara-negara lain, pertimbangan kemanusiaan dan lain-lain, orang mengajukan grasi dan lain-lain kepada Presiden, akibatnya banyak sekali pelaksanaan hukuman mati itu yang tertunda pelaksanaannya," ujar Yusril.

Sehingga saat ini, Menko Kumham Imipas Ri masih berkomunikasi lebih dulu dengan Presiden Prabowo Subianto terkait apa pertimbangannya kepada ratusan terpidana mati yang belum dieksekusi itu.

"Saya juga mengirimkan surat kepada Jaksa Agung, menyatakan bahwa pemerintah atas juga persetujuan dan arahan Bapak Presiden, itu akan memindahkan yang bersangkutan ke negaranya dan karena itu tidak dilakukan eksekusi terhadap narapidana yang dijatuhi hukuman mati ini, surat-suratnya itu ada saya sampaikan kepada Kejaksaan Agung," katanya.

Diketahui, JA ST Burhanuddin menjelaskan masih ada 300 terpidana mati yang belum dieksekusi. Dia mengungkapkan penyebab belum dieksekusi karena terpidana mayoritas merupakan warga negara asing (WNA).

Dia menjelaskan, dalam melakukan eksekusi mati, pihaknya mesti berkoordinasi dengan negara yang bersangkutan lewat Kementerian Luar Negeri RI. Kemudian, dalam proses tersebut banyak pemerintah negara luar merasa keberatan kalau warganya dieksekusi mati oleh pemerintah Indonesia.

Sehingga sering terjadi diplomasi yang panjang. Bahkan, persoalan lain soal eksekusi mati adalah terkait dengan nasib terpidana mati WNI yang masih ada di negara lain. 

Halaman Selanjutnya

"Tapi persoalannya karena ini menyangkut negara-negara lain, pertimbangan kemanusiaan dan lain-lain, orang mengajukan grasi dan lain-lain kepada Presiden, akibatnya banyak sekali pelaksanaan hukuman mati itu yang tertunda pelaksanaannya," ujar Yusril.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |