Jakarta, VIVA – Jaksa penuntut umum (JPU) menyatakan tetap pada dakwaannya terhadap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Tim JPU menepis keberatan atau eksepsi yang diajukan Hasto terkait perkara suap dan perintangan penyidikan Harun Masiku.
Jaksa menjelaskan eksepsi yang diajukan Hasto dan tim penasihat hukumnya sangat keliru. Jaksa juga menegaskan Pasal 21 dalam UU Pemberantasan Tipikor mengandung makna yang bersifat alternatif. Terbukti, dalam dakwaan perintangan penyidikan untuk Hasto Kristiyanto.
"Dari sudut perbuatan pelakunya, maka cukup dibuktikan salah satu saja, yakni adanya perbuatan pelaku dalam mencegah atau perbuatan merintangi ataupun perbuatan menggagalkan," ujar jaksa membacakan jawaban atas eksepsi Hasto di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 27 Maret 2025.
"Dari sudut cara melakukan perbuatan tersebut, cukup dibuktikan salah satu saja yakni apakah pelaku melakukannya secara langsung ataupun bisa juga secara tidak langsung. Dari sudut tujuan, cukup dibuktikan salah satu saja, yakni terhadap penyidikan atau terhadap penuntutan ataupun terhadap pemeriksaan di sidang pengadilan," lanjutnya.
Jaksa menilai bahwa meski penanganan perkara Harun Masiku masih ditahap penyelidikan, maka tidak menjadi masalah penyidik mentersangkakan Hasto dengan dugaan merintangi penyidikan. Sebab, Hasto tetap melakukan upaya pencegahan.
"Meskipun sprindik atas nama Tersangka Harun Masiku belum diterbitkan namun perbuatan Terdakwa telah mencegah akan dilakukannya penyidikan sehingga tidak menjadi halangan bagi Penyidik maupun Penuntut Umum untuk memproses seseorang dengan perbuatan obstruction of justice," kata jaksa.
Jaksa pun meminta hakim untuk menolak eksepsi Hasto. Pasalnya, menurut jaksa, dalih-dalil yang disampaikan tersebut tidak beralasan.
"Maka dapat disimpulkan bahwa ada atau tidaknya akibat dari perbuatan pelaku pidana pasal 21, perbuatan tersebut telah masuk dalam kualifikasi tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal 21 Undang-Undang Tipikor," kata Jaksa.
"Oleh karena itu, dalil penasihat hukum terdakwa tersebut di atas merupakan dalih yang tidak berdasar dan harus ditolak," imbuhnya.
Sebelumnya, Hasto berdalih tidak memiliki alasan dan motif untuk melakukan perintangan penyidikan kasus suap Harun Masiku. Selain itu, Hasto mengatakan, UU KPK Pasal 21 dilakukan pada tahap penyidikan.
“Bahwa dalam setiap tindakan pidana selalu terdapat motif yang menjadi dasar, alasan, dan penyebab suatu tindakan pidana. Dalam hal ini tidak ada motif dari terdakwa untuk melakukan obstruction of justice dan suap. Tindakan obstruction of justice menurut UU KPK Pasal 21 dilakukan pada tahap penyidikan. Terdakwa ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 24 Desember 2024," jelas Hasto membacakan eksepsi pada pekan lalu.
Hasto menekankan dakwaan soal perintah menenggelamkan ponsel ke Kusnadi dilakukan pada 6 Juni 2024, padahal kasusnya saat itu masih di tahap penyelidikan. Menurutnya, penerapan Pasal 21 UU KPK kepadanya tak memenuhi kriteria.
"Dakwaan terhadap terdakwa yang memerintahkan Saudara Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggam pada tanggal 6 Juni 2024. Pada tanggal 6 Juni 2024 tersebut posisi penegakan hukum KPK terhadap saya masih pada tahap penyelidikan sehingga tidak memenuhi kriteria Pasal 21 UU KPK," sebut dia.
Lebih lanjut, Hasto mengatakan ponsel Kusnadi masih ada dan disita KPK. Dia mengatakan tindakan melawan hukum justru dilakukan penyidik KPK.
"Faktanya telepon genggam tersebut tetap ada dan saat ini menjadi sitaan KPK. Pelanggaran hukum atau tindakan melawan hukum justru dilakukan oleh penyidik KPK pada tanggal 10 Juni 2024, saat memeriksa saya dengan operasi 5M terhadap Kusnadi," ujarnya.
Pada perkaranya, Hasto Kristiyanto didakwa merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Hasto juga didakwa memberikan suap untuk mengusahakan Harun Masiku bisa dilantik menjadi anggota DPR RI periode 2019-2024.
Halaman Selanjutnya
Sebelumnya, Hasto berdalih tidak memiliki alasan dan motif untuk melakukan perintangan penyidikan kasus suap Harun Masiku. Selain itu, Hasto mengatakan, UU KPK Pasal 21 dilakukan pada tahap penyidikan.