Jakarta, VIVA – Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, mengusut dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa Pengelolaan pada Pusat Data Nasional (PDNS) di Kemkominfo, sekarang Kementerian Komunikasi dan Digital atau Komdigi.
Mengenai hal tersebut, Wakil Menteri Komdigi, Nezar Patria, mengatakan pihaknya menyerahkan sepenuhnya persoalan tersebut ke proses hukum.
"Ya kita serahkan ke proses hukum ya karena itu kan terkait dengan kasus PDNS, jadi itu follow-up nya. Jadi kita serahkan pada proses hukum," ucap Nezar kepada wartawan di Kantor BP Jamsostek, Jakarta Selatan, Jumat, 14 Maret 2025.
Saat ditanya mengenai penggeledahan yang dilakukan Kejari Jakarta Pusat terkait kasus tersebut, Nezar enggan berkomentar lebih jauh. Dia meminta awak media untuk bertanya ke penyidik.
"Tanya ke penyidikan ya, bisa tanya ke penyidik," kata mantan wartawan itu.
Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat mengusut dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa pengelolaan pada Pusat Data Nasional (PDNS) di Kemkominfo, sekarang berubah menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
Penanganan kasus korupsi tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-488/M.1.10/Fd.1/03/2025, tanggal 13 Maret 2025. Penyidikan kasus ini berawal saat Kemenkominfo melakukan pengadaan barang dan jasa PDNS senilai Rp 958 miliar.
Pada prosesnya, diduga ada pengkondisian pemenang kontrak PDNS antara pejabat Kemenkominfo dengan pihak swasta, PT AL.
Sehingga pada tahun 2020, pejabat Kemenkominfo bersama perusahaan swasta mengkondisikan PT AL jadi pemenang kontrak senilai Rp 60,3 miliar. Hal tersebut berlanjut pada tahun 2021, dengan nilai kontrak yang lebih besar yakni Rp 102,6 miliar.
"Pada 2022, ada pengkondisian lagi antara pejabat di Kominfo dengan perusahaan swasta tersebut untuk memenangkan perusahaan yang sama," ujar Kepala Seksi Intelijen Kejari Jakpus, Bani Immanuel Ginting pada Jumat, 14 Maret 2025.
Penunjukan pemenang itu diduga dilakukan dengan menghilangkan persyaratan tertentu, sehingga perusahaan itu bisa terpilih sebagai pelaksana kegiatan dengan nilai kontrak Rp 188,9 miliar.
Pengkondisian berlanjut sampai perusahaan yang sama berhasil memenangkan proyek pekerjaan komputasi awan (cloud) dengan nilai kontrak sebesar Rp 350,9 miliar pada tahun 2023, dan tahun 2024 senilai Rp 256,5 miliar.
Namun, perusahaan itu bermitra dengan pihak yang tak mampu memenuhi persyaratan pengakuan kepatuhan ISO 22301. Dalam penyidikan, diduga penunjukan pemenang proyek tersebut diduga dilakukan tanpa adanya masukan pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran.
Sehingga, pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware yang membuat beberapa layanan tak layak pakai dan tereksposnya data diri penduduk Tanah Air.
Kata Bani, anggaran pelaksanaan PDSN senilai Rp 959,4 miliar tersebut tak dilakukan sesuai dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbais Elektronik. Pihaknya menduga, kasus ini merugikan negara hingga ratusan miliar.
"Sehingga pada Juni 2024, terjadi serangan ransomware yang mengakibatkan beberapa layanan tidak layak pakai dan tereksposnya data diri penduduk Indonesia, meskipun anggaran pelaksanaan pengadaan PDSN ini telah menghabiskan total sebesar lebih dari Rp 959.485.181.470," kata dia.
Adapun, penyidik sudah menggeledah beberapa tempat di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Bogor dan Tangerang Selatan. Disita beberapa barang bukti seperti dokumen, uang, mobil, tanah serta bangunan dan barang bukti elektronik.
Halaman Selanjutnya
Pada prosesnya, diduga ada pengkondisian pemenang kontrak PDNS antara pejabat Kemenkominfo dengan pihak swasta, PT AL.