Kata KPK Soal Penyadapan Tanpa Izin Dewas Jadi Sorotan dalam Sidang Hasto

8 hours ago 3

Selasa, 10 Juni 2025 - 09:13 WIB

Jakarta, VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buka suara terkait proses penyadapan Penyidik KPK tanpa izin Dewas. Ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar menyebut, barang bukti menjadi tidak sah jika penyadapan penyidik dilakukan tanpa izin Dewan Pengawas (Dewas).

Pernyataan Fatahillah terungkap dalam persidangan kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan PAW DPR, dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

"Terkait dinamika persidangan, tentu secara subyektif masing-masing pihak baik penasihat hukum terdakwa maupun penuntut umum memandang keterangan ahli dari sudut yang berbeda," ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo kepada wartawan Selasa, 10 Juni 2025.

Sidang Eksepsi Hasto Kristiyanto

Photo :

  • VIVA.co.id/M Ali Wafa

Budi menjelaskan bahwa penyidik diyakini sudah bertugas sesuai peraturan yang ada. Penyidik KPK juga diyakini bertindak secara hati-hati.

"Seluruh tindakan penyidikan di antaranya penyadapan dan tindakan lainnya terkhusus dengan upaya paksa yang dilakukan, di antaranya pengggeledahan, penyitaan dan penahanan, tentunya dilakukan penyidik secara hati-hati dengan mengedepankan penghormatan atas hak asasi manusia," kata Budi.

Lebih lanjut, kata Budi, jika penyidik bertugas tidak sesuai dengan prosedur yang ada, maka pihak tersangka bisa mengujinya melalui gugatan praperadilan.

"Penuntut umum dalam menjalankan tugasnya di persidangan dengan beban pembuktian yang berada di pundaknya, tentu memiliki cara pendekatan, serta strategi sendiri dalam rangka meyakinkan Majelis Hakim, bahwa peristiwa pidana yang terjadi dengan menghadirkan alat-alat bukti yang sah, maka dapat disimpulkan bahwa benar terdakwa lah pelakunya," tegas Budi.

Perbedaan pendapat antara Jaksa KPK dengan kubu terdakwa merupakan hal yang lumrah. Sebab, itu menjadi bagian dinamika persidangan.

Budi mengatakan jika perbedaan pendapat dari kubu terdakwa, maka terdakwa akan bisa mengikuti prosesnya yakni dengan menuangkan rasa keberatannya dalam nota keberatan atau pleidoi.

Diberitakan sebelumnya, ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar mengatakan bahwa hasil penyadapan menjadi tidak sah sebagai alat bukti bila diperoleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tanpa seizin Dewan Pengawas (Dewas). 

Hal ini disampaikan Fatahillah saat dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi ahli dalam sidang kasus dugaan suap PAW DPR, dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku yang menjerat Sekertaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto.  

Kemudian, Fatahillah mengatakan tidak sahnya hasil penyadapan berlaku jika diperoleh dalam kurun waktu di bawah periode 2021 atau tepatnya setelah Mahkamah Agung (MA) membatalkan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 yang mengatur perihal penyadapan diubah harus seizin Dewas. 

Dalam persidangan Hasto, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan sejumlah Penyidik KPK menjadi saksi. Salah satunya, penyidik yang menangani kasus Harun Masiku yakni Rossa Purbo Bekti.

Dalam perkara dugaan suap, Hasto didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp 600 juta kepada Wahyu pada rentang waktu 2019-2020.  

Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) Calon Legislatif Terpilih Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Anggota DPR periode 2019-2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.  

Selain itu, Hasto turut didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022, Wahyu Setiawan.  

Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.  

Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Halaman Selanjutnya

"Penuntut umum dalam menjalankan tugasnya di persidangan dengan beban pembuktian yang berada di pundaknya, tentu memiliki cara pendekatan, serta strategi sendiri dalam rangka meyakinkan Majelis Hakim, bahwa peristiwa pidana yang terjadi dengan menghadirkan alat-alat bukti yang sah, maka dapat disimpulkan bahwa benar terdakwa lah pelakunya," tegas Budi.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |