Jakarta, VIVA – Elemen Petani Tembakau dan Petani Cengkeh sepakat menolak upaya finalisasi Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) Produk Tembakau sebagai teknis dari turunan Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 2024 yang menjadi polemik saat ini.
Para petani menilai Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebagai inisiator aturan ini terburu-buru dan kejar target. Sebab, pelibatan dan aspirasi dari para petani masih sangat minim diakomodir.
"Dalam rapat, perwakilan Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia sempat bicara bahwa pengaturan gambar dan kemasan RPMK tembakau tidak akan berdampak pada petani tembakau, tidak akan terjadi chaos. Apakah mereka berani bertanggungjawab dan memberi jaminan? Ini soal perut, kami bertani tembakau sudah turun temurun. Kalau Kemenkes bisa mencarikan alternatif solusi yang nilainya sama dengan jangka waktu pendek, silakan," ucap Sekretaris Jenderal DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kusnadi Mudi usai rapat koordinasi penyusunan RPMK di Kantor Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jakarta, Senin, 13 Oktober 2025.
Sejak Agustus 2024, APTI kata dia telah menyampaikan penolakan PP 28 Tahun 2024, termasuk turunannya yang tidak masuk akal dan eksesif.
"Di Indonesia ada 14 sentra tembakau dengan lebih dari 100 jenis tembakau. Apa rencana solusi dari Kemenkes bila hasil panen tidak terserap. Kemenkes juga harus paham, pada pertanian tembakau ada petani, ada buruh tani. Apa Kemenkes mau tanggung jawab terhadap hilangnya pendapatan kami? Apakah sudah disiapkan pengganti sumber pendapatan yang sama?" paparnya.
Ia memaparkan, APTI memandang bahwa aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek melalui PP 28/2024 dan RPMK tidak cocok untuk diterapkan di Indonesia.
Kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek ini bentuk latah mengikuti aturan serupa yang sudah berlaku di negara lain, seperti Singapura dan Australia.
Petugas memperlihatkan kemasan terbaru rokok dengan peringatan berbentuk gambar di Jakarta
Photo :
- VIVAnews/Ikhwan Yanuar
"Padahal negara-negara yang dijadikan kiblat oleh Kemeneks dalam penyusunan turan kemasan initidak memiliki industri hasil tembakau, baik dari sektor hulu (pertanian tembakau) maupun sektor produksi (produsen rokok). Sehingga aturan pengetatan rokok seperti itu tidak memberikan dampak yang besar terhadap perekonomian mereka. Berbeda dengan Indonesia dengan pendapatan cukai terbesar di Indonesia dan menyerap banyak tenaga kerja," tutur dia.
Halaman Selanjutnya
Petani tembakau, sebagai bagian mata rantai kesatuan, menilai bahwa aturan yang menekan di sisi hilir seperti yang diusulkan oleh Kemenkes terkait kemasan akan berdampak pada kami di bagian hulu.