loading...
Pesantren bukan sekadar lembaga, melainkan organisme yang hidup. Foto/Ilustrasi/Darunnajah.
Muhammad Irfanudin Kurniawan dan Afaf Saifullah Kamalie, Dosen Universitas Darunnajah (UDN) Jakarta
Dalam dua tulisan sebelumnya di SINDOnews, pembaca telah diajak untuk melihat pesantren bukan sekadar lembaga, melainkan organisme yang hidup. Sel-selnya adalah santri. Jaringannya adalah aktivitas pembelajaran. Organnya adalah berbagai fungsi yang bekerjasama.
Akar historisnya pun telah ditelusuri ke Al-Suffah, serambi sederhana di Masjid Nabawi yang menjadi cikal bakal organisasi pendidikan Islam pertama. Di sana, Rasulullah langsung membimbing para sahabat dengan kurikulum akidah, akhlak, dan Al-Qur'an. Hasilnya? Lahirlah raksasa-raksasa ilmu seperti Abu Hurairah dengan ribuan hadis yang diriwayatkannya.
Namun ada satu hal yang belum dibahas secara mendalam. Satu hal yang justru menjadi kunci keberhasilan Al-Suffah sebagai organisme pendidikan.
Yaitu kepemimpinan.
Pagi ini, setelah menghadiri rapat mingguan rektorat, pikiran penulis kembali melayang ke Al-Suffah. Di sana tidak ada dualisme. Tidak ada tarik-menarik kepentingan antara struktur yang satu dengan yang lain. Yang ada hanyalah Rasulullah sebagai pusat gravitasi seluruh aktivitas.
Inilah yang layak disebut sebagai kepemimpinan tunggal.
Henri Fayol, Bapak Manajemen Modern, menyebutnya sebagai unity of command. Prinsip yang menegaskan bahwa setiap anggota organisasi seharusnya hanya menerima perintah dari satu atasan. Ketika prinsip ini dilanggar, yang muncul adalah kebingungan, konflik loyalitas, dan inefisiensi.
Menariknya, prinsip yang baru dirumuskan Fayol pada awal abad ke-20 ini ternyata sudah dipraktikkan Rasulullah sejak 14 abad silam di Al-Suffah.
Namun perlu ditegaskan. Kepemimpinan tunggal bukan berarti otoritarian. Bukan pula kediktatoran yang menolak masukan. Rasulullah justru dikenal sebagai pemimpin yang paling sering bermusyawarah. Beliau bahkan pernah mengikuti pendapat mayoritas sahabat dalam Perang Uhud, meski berbeda dengan pandangan pribadi.
Lalu apa sesungguhnya makna kepemimpinan tunggal?
Kepemimpinan tunggal adalah kejelasan tentang siapa yang menjadi rujukan akhir. Siapa yang memegang tanggung jawab tertinggi. Siapa yang menjadi jantung yang memompa darah ke seluruh tubuh organisasi.
Di Al-Suffah, tidak ada kebingungan. Ketika para sahabat ingin bertanya tentang agama, mereka tahu harus menemui siapa. Ketika ada persoalan yang perlu diputuskan, mereka tahu siapa yang berwenang. Ketika ada konflik yang perlu diselesaikan, mereka tahu ke mana harus mengadu. Semuanya bermuara pada satu titik.
Bandingkan dengan kondisi banyak pesantren hari ini.






























