Konflik Lahan Ratusan Hektare di Jimbaran, Desa Adat Adukan ke DPRD Bali

4 hours ago 1

Senin, 3 Februari 2025 - 21:58 WIB

Bali, VIVA – Warga Desa Adat  Jimbaran mendatangi kantor DPRD Provinsi Bali untuk menyelesaikan kasus sengketa tanah desa adat pada Senin, 3 Februari 2025. Masyarakat yang tergabung dalam Kepet Jimbaran itu menyiapkan gugatan class action atas sengketa tanah seluas 200 hektar.

Konflik agraria antara korporasi dan warga desa adat Jimbaran itu sudah berlangsung lama. Namun, tak kunjung menemukan titik terang.

Perwakilan Desa Adat Jimbaran I Nyoman Tekat mengungkapkan, akibat penguasaan lahan itu ratusan warga Desa Adat Jimbaran kehilangan tempat tinggal di tanah kelahirannya.

"Di Jimbaran ada sebanyak 200 KK tak punya tempat tinggal, tanah Jimbaran sebenarnya sangat luas. Tapi ironi ketika ada acara adat kami terpaksa harus menutup jalan karena keterbatasan lahan," kata Nyoman Tekat saat bertemu dengan Komisi I DPRD Bali, Senin, 3 Februari 2025.

Jimbaran Hub [dok. Humas Jimbaran Hub]

Photo :

  • VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya

Nyoman Tekat melanjutkan, tahun 1994-1995 terjadi penggusuran masal bersamaan dengan peristiwa Pecatu Graha. Dalam perjalanannya, tanah warga diambil alih dengan sistem pembebasan yang dinilai kurang manusiawi.

"Kami berkumpul bersama, menyatukan visi dan misi sehingga tanah desa adat bisa kembali dengan melakukan gugatan class action. Tanggal 13 Desember 2024 kami sudah audiensi ke Kejati dengan bukti cukup perubahan HGB PT CTS ke PT Jimbaran Hijau," jelas Nyoman Tekat.

Ia mengatakan, warga desa adat Jimbaran selama puluhan tahun berstatus sebagai penggarap tanah. Tanah yang ditempati merupakan warisan Kerajaan Mengwi sejak abad 15. Kemudian diwariskan secara turun temurun dan dikelola oleh Desa Adat.

Koordinator warga Desa Adat Jimbaran I Wayan Bulat mengatakan, dirinya beberapa kali didatangi pihak tertentu yang meminta segera pindah. Bahkan, menurut pengakuannya, ia juga sempat diminta untuk memindahkan Pura.

"Pura kok dipindah, mereka mengatakan akan menggantinya dengan tanah seluas dua are (200 m2). Itu Pura tua yang telah ada sejak dulu," kata Wayan Bulat.

Ia mengaku sempat dilaporkan secara perdata dalam kasus penyerobotan lahan. Menurutnya, warga yang bermukim di Desa Adat Jimbaran berstatus sebagai penggarap lahan dengan kewajiban memberikan timbal balik kepada desa adat.

"Padahal rumah saya ada di sana, saya lahir di sana, ari-ari saya ditanam di sana, itu dikatakan saya menyerobot," ungkapnya.

Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bali Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bali I Nyoman Budi Utama mengatakan, pihaknya akan melakukan kajian terlebih dulu terkait kasus sengketa lahan itu.

"Kita pelajari dulu dokumennya, tapi intinya kita segera sikapi. Ini untuk menentukan siapa yang akan dipanggil nanti. Tapi yang jelas ini masalah pertanahan, asal usul tanah kewenangannya Badan Pertahanan," kata Budi Utama.

Dalam kasus itu, warga melibatkan 6 pengacara untuk mengembalikan hak atas tanah mereka. Koordinator Kuasa Hukum warga Desa Adat Jimbaran I Nyoman Wirama mengatakan, tanah desa adat seluas 45 hektar.

"Hari ini kami menjalani sidang pertama yang kita ajukan di PN Denpasar, dengan agenda pembacaan gugatan," kata Nyoman Wirama.

Halaman Selanjutnya

Ia mengatakan, warga desa adat Jimbaran selama puluhan tahun berstatus sebagai penggarap tanah. Tanah yang ditempati merupakan warisan Kerajaan Mengwi sejak abad 15. Kemudian diwariskan secara turun temurun dan dikelola oleh Desa Adat.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |