Mirae Asset Ungkap Ekspektasi Pasar soal BI Rate dan Kebijakan Pemerintah

17 hours ago 3

Kamis, 13 Maret 2025 - 20:33 WIB

Jakarta, VIVA –  Mirae Asset Sekuritas Indonesia menyatakan pelaku pasar modal menantikan pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) dan kebijakan lain pemerintah yang lebih pro pasar. Langkah tersebut diperlukan karena adanya keraguan global terhadap pasar saham Indonesia.

Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Rully Arya Wisnubroto menyampaikan, saat ini Bank Indonesia memiliki cukup ruang memangkas suku bunga acuan. Situasi ini didukung kondisi fundamental, yakni posisi cadangan devisa masih banyak dan inflasi yang terkendali.

“Dengan kondisi tersebut, saya memprediksi bulan ini adalah saat yang tepat untuk pemangkasan suku bunga," ucap Rully dalam acara Media Day pada Rabu, 12 Maret 2025.

Bulan Maret dianggap jadi momen yang tepat karena penurunan suku bunga jarang terjadi di kuartal II. Rully menjelaskan pada kuartal tersebut umumnya terjadi repatriasi dividen di mana kebutuhan dolar AS meningkat di tengah musim dividen bursa. Sehingga jika tidak bulan Maret maka pemangkasan suku bunga acuan BI baru ada lagi pada kuartal III. 

Head of Research Mirae Asset Rully Arya Wisnubroto

"Kalau Bank Indonesia masih menghindar untuk menurunkan suku bunga pada kuartal II itu lebih sempit itu mungkin ada kesempatan lagi di kuartal III jadi terlalu lama Bank Indonesia menahan suku bunga tadi impact-nya akan negatif artinya paling cepat bulan Juni itu tadi pertumbuhan ekonomi akan tumbuh di bawah 5 persen," jelas Rully. 

Ia turut mengapresiasi keputusan pemerintah dalam menjaga nilai tukar rupiah di tengah tekanan dolar AS. Pemerintah mengeluarkan kebijakan sebagai bentuk konsistensi dalam mendukung kondisi makroekonomi dalam negeri berupa perpanjangan kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE). Di mana berupaya menempatkan valuta asing hasil ekspor di dalam negeri dalam setahun ke depan. 

Saat ini, posisi nilai tukar rupiah dalam 30 hari terakhir berada di kisaran Rp 16.300. Rupiah tercatat pertama kali menembus level Rp 16.000 pada Desember tahun lalu.

Kebijakan lain yang sudah dieksekusi pemerintah adalah insentif tarif listrik sebesar 50 persen pada Januari dan Februari 2025. Pemerintah juga akan memberikan insentif harga tarif pesawat ekonomi di musim mudik menjelang Lebaran. 

Rully menuturkan, salah satu kebijakan yang ditunggu pelaku pasar dari pemerintah adalah kebijakan lebih pro pasar. Salah satu bentuk kebijakan pro pasar adalah kebijakan pemerintah yang dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk berinvestasi di Indonesia, ketika berkecamuknya perang dagang jilid 2 yang dikumandangkan Presiden AS Donald Trump di awal tahun ini. 

Kebijakan Donald Trump dalam mematok pungutan pajak terhadap Meksiko, Kanada dan China terus berubah-ubah yang memicu kekhawatiran terhadap ekonomi AS. Sebelumnya, pasar memproyeksi ekonomi negara Paman Sam pada tahun 2025 akan terakselerasi tetapi sikap plin-plan Trump justru menyebabkan keuangan cenderung melambat.

Kondisi tersebut tentu akan berdampak besar terhadap ekonomi negara lain, termasuk Indonesia. Bagaimanapun AS adalah negara dengan Produk Domestik Bruto (PDB) tertinggi di dunia. 

Rully juga menyoroti Goldman Sachs yang menurunkan kelas pasar Indonesia dari overweight menjadi market weight. Hal tersebut menunjukkan adanya penurunan ekspektasi terhadap kinerja pasar saham Indonesia. Oleh sebab itu, regulasi pro-pasar sangat dinantikan para investor.

Halaman Selanjutnya

Saat ini, posisi nilai tukar rupiah dalam 30 hari terakhir berada di kisaran Rp 16.300. Rupiah tercatat pertama kali menembus level Rp 16.000 pada Desember tahun lalu.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |