Jakarta, VIVA – Mahkamah Konstitusi menolak permohonan yang diajukan oleh mantan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Badan Pusat Statistik (BPS) bernama Lucky Permana perihal permintaan agar Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak diberhentikan karena telah menjalani masa pidana.
Hal tersebut disampaikan Ketua Majelis Hakim MK Suhartoyo yang membacakan keputusan dalam ruang sidang pada Kamis, 5 Juni 2025.
“Mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Hakim Suhartoyo, Kamis, 5 Juni 2025.
Ilustrasi aparatur sipil negara atau ASN
Dalam uraian keputusan yang dibacakan oleh Hakim anggota M. Guntur Hamzah, menilai pemberhentian tidak dengan hormat terhadap ASN yang melakukan kejahatan, terlebih sudah terbukti di persidangan, merupakan hal yang wajar.
“Sebab, dengan melakukan tindak kejahatan atau tindak pidana, dengan demikian seorang PNS telah menyalahgunakan atau bahkan mengkhianati jabatan yang dipercayakan kepadanya untuk diemban sebagai pegawai ASN,” ujar hakim MK.
“Sebagaimana telah ditegaskan dalam pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XVI/2018, seorang PNS yang melakukan tindak pidana yang ada hubungannya dengan jabatannya adalah sama halnya telah mengkhianati jabatan yang dipercayakan kepadanya,” tutur dia.
Lebih lanjut, Hakim menilai dengan kesalahan yang diperbuat itu, ASN sudah mengkhianati rakyat karena perbuatannya telah menghambat upaya mewujudkan cita-cita atau tujuan bernegara yang semestinya menjadi acuan utama dalam menjalankan tugasnya.
“Oleh karena itu, persyaratan pemberlakuan norma Pasal 52 ayat 3 huruf I dan ayat 4 sepanjang frasa “huruf i” UU 20/2023 yang esensinya sama dengan norma Pasal 87 ayat 4 huruf b UU 5/2014, di mana UU 20/2023 yang menggantikan UU 5/2014 adalah permohonan pemohon yang tidak tepat untuk dipertimbangkan, karena hal tersebut justru akan melemahkan hakikat penjatuhan sanksi yang berat berupa pemberhentian tidak hormat bagi ASN yang melakukan tindakan yang terbukti menyalahgunakan jabatannya, atau setidak-setidaknya ada hubungan dengan jabatannya,” tuturnya.
MK juga menilai sanksi pemberhentian tidak dengan hormat terhadap ASN yang sudah dipidana bukan merupakan sanksi ganda.
“Di samping itu, pemberhentian sebagai pegawai ASN setelah pidana penjara atau kurungan bukan merupakan sanksi ganda atas kesalahan yang sama dengan sanksi atau hukuman pidana bagi pemohon. Walakin, pemberhentian sebagai pegawai ASN merupakan konsekuensi dari putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, sehingga PTDH tersebut merupakan sanksi lanjutan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Hal tersebut bukan sanksi ganda untuk satu perbuatan yang dikhawatirkan pemohon,” paparnya.
Halaman Selanjutnya
Lebih lanjut, Hakim menilai dengan kesalahan yang diperbuat itu, ASN sudah mengkhianati rakyat karena perbuatannya telah menghambat upaya mewujudkan cita-cita atau tujuan bernegara yang semestinya menjadi acuan utama dalam menjalankan tugasnya.