Bali, VIVA – Sebuah kelab malam di Bali kedapatan menjadikan Dewa Siwa sebagai visual pertunjukan musik Disc Jockey (DJ). Fraksi PDI Perjuangan DPRD Provinsi Bali menilai, secara filosofi hal itu bisa menjadi penistaan agama Hindu.
'Dewa Siwa disucikan dan dipuja, dan Dewa Siwa adalah manifestasi Tuhan sebagai pamralina yang sangat disucikan, sehingga tidak tepat dan tidak layak ditempatkan sebagai latar belakang pertunjukan musik di tempat yang kurang tepat seperti kelab malam," jelas Ketua Fraksi PDI Perjuangan I Made Supartha, di Denpasar, Selasa, 4 Januari 2025.
Selain itu, kata Made Supartha, menjadikan Dewa Siwa sebagai gambar latar belakang pertunjukan musik DJ, juga tidak memiliki hubungan dengan suatu perayaan atau pemujaan yang sifatnya hiburan seperti pada kelab malam.
"Hal itu menjadi dasar bahwa menjadikan Dewa Siwa sebagai latar gambar pertunjukan musik DJ adalah perilaku yang salah dan tidak dapat dibenarkan," tegasnya.
Gambar Dewa Siwa sebagai latar pertunjukan DJ di Club malam terbesar di Bali
Photo :
- VIVA.co.id/Maha Liarosh (Bali)
Dikatakan Supartha, mayoritas umat Hindu wajib percaya bahwa waktu berjalan dalam siklus Yuga. Untuk itu menjadikan Dewa Siwa sebagai gambar latar belakang pertunjukan musik DU tidak sesuai dengan siklus Yuga.
Dalam agama Hindu juga terdapat ajaran tentang Desa sebagai Tempat Kala sebagai Waktu dan Patra sebagai Keadaan, sehingga menjadikan Dewa Siwa sebagai gambar latar belakang pertunjukan musik DJ tidak sesuai pada tempatnya atau tidak sesuai dengan pada waktu dan keadaanya.
Selain itu, merujuk pada konsep tituler dari mitologi Hindu terdapat kalimat Roda Waktu berputar, dan zaman datang dan berlalu, meninggalkan kenangan yang menjadi legenda.
Legenda memudar menjadi mitos, dan bahkan mitos pun sudah lama terlupakan ketika zaman yang melahirkannya datang lagi.
Sehingga menjadikan Dewa Siwa sebagai gambar untuk dijadikan latar belakang pertunjukan musik DJ menjadi batu sandungan bagi masyarakat Bali yang erat dengan kearifan lokal dan kebudayaan yang bernafaskan Agama Hindu.
"Maka tentu wajib bagi masyarakat untuk selalu menjaga dan melindungi dari kegiatan-kegiatan yang terindikasi menodai ajaran, baik secara langsung maupun tidak langsung," ujarnya.
Supartha menyebut, secara hukum perilaku tersebut patut dianggap suatu dugaan praktek penistaan terhadap simbol kepercayaan dari Agama Hindu.
"Penggunaan simbol yang disucikan dengan menjadikan Dewa Siwa sebagai latar gambar pertunjukan musik DJ tentu wajib dianggap telah melakukan praktik yang menyimpang atau penistaan agama," kata Supartha.
Ia menjelaskan, pasal penodaan agama tertuang dalam Pasal 156 a. Pasal 175, Pasal 176, Pasal 177, Pasal 503, Pasal 530, Pasal 545, Pasal 546, dan Pasal 547 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta diatur dalam UU No 1/PNPS/1965 tentang Penyalahgunaan atau Penodaan Agama.
Ia berharap, pihak pengelola kelab malam itu dapat memberikan klarifikasi atau menjelaskan, apa maksud dan tujuan, serta siapa pelaku yang harus bertanggung jawab.
"Termasuk pengelola tempat hiburan tentu harus bertanggung jawab, baik dari aspek-aspek pertanggungjawaban sosial dan kebudayaan maupun secara hukum terkait penistaan terhadap simbol kepercayaan dari Agama Hindu. Mengingat apabila hal ini tidak dilakukan maka penistaan terhadap simbol lain juga berpotensi terjadi dan tidak ada efek jera," jelasnya.
Halaman Selanjutnya
Sehingga menjadikan Dewa Siwa sebagai gambar untuk dijadikan latar belakang pertunjukan musik DJ menjadi batu sandungan bagi masyarakat Bali yang erat dengan kearifan lokal dan kebudayaan yang bernafaskan Agama Hindu.