Jakarta, VIVA - Tim kuasa hukum Dini Sera Afrianti, Meigi Angga Kuswantoro mengatakan pengacara Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rachmat sempat menawarkan uang Rp30 juta kepada keluarga Dini Sera. Uang puluhan juta itu bakal diberikan jika keluarga tak melakukan proses autopsi kepada jenazah Dini Sera.
Meigi menjadi salah satu saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada persidangan tiga hakim pemvonis bebas Ronald Tannur di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Selasa 4 Februari 2025.
Dia menjelaskan uang puluhan juta itu ditawarkan kepada keluarga Dini Sera ketika berada di Rumah Sakit Umum Darurat (RSUD).
"Apakah sejak awal, pada saat di kepolisian tersebut, ada upaya-upaya dari penasihat hukum Gregorius Ronald Tannur untuk memberikan, untuk mengkondisikan dalam perkara, dalam hal ini mengkondisikan perkara Gregorius Ronald Tannur?," tanya jaksa di ruang sidang.
"Saya masih ingat betul pada waktu di RSUD dr Soetomo ada salah satu tim nya Lisa. Laki laki, itu mendatangi ibunya untuk melobi gak usah dilakukan autopsi," jawab Meigi.
"Tidak usah dilakukan autopsi?," kata jaksa.
"Iya. Kalau gak salah dengan ganti Rp30 juta waktu itu, saya masih ingat betul," kata Meigi.
Sidang dakwaan tiga hakim nonaktif pemberi vonis bebas Ronald Tannur
Photo :
- VIVA.co.id/M Ali Wafa
Meigi mengaku menolak tawaran dari Lisa Rachmat. Dia menyebut keluarga Dini Sera tetap melanjutkan upaya autopsi.
"Rp30 juta untuk apa?," kata jaksa.
"Untuk tidak dilakukan autopsi. Jelas kami menolak akan hal tersebut karena autopsi penting untuk dilakukan," tutur Meigi.
Dia menjelaskan tawaran uang Rp30 juta dari Lisa Rachmat dilakukan langsung kepada ibu Dini Sera. Meigi menyebut, tawaran lainnya dilakukan Lisa kepada kuasa hukum Dini Sera yakni Dimas Yemahura Al Farauq.
Sebelumnya, jaksa membacakan dakwaan kepada terdakwa tiga hakim pemberi vonis bebas Ronald Tannur telah menerima uang tunai sebanyak Rp4,6 miliar. Penerimaan uang itu diberikan dalam bentuk mata uang rupiah dan mata uang asing dolar Singapura.
"Berdasarkan Penetapan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Kelas IA Khusus Nomor 454/Pid.B/2024/PN Sby tanggal 05 Maret 2024, yang menerima hadiah atau janji, berupa uang tunai sebesar Rp1.000.000.000, dan SGD308.000," ujar jaksa di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Selasa 24 Desember 2024.
Tiga hakim yang didakwa menerima suap usai memberikan vonis bebas Ronald Tannur yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo dan Mangapul.
Jaksa turut menjelaskan bahwa penerimaan masing-masing uang sehingga berani memutuskan bahwa Ronald Tannur bebas dalam kasus pembunuhan kepada pacarnya.
Erintuah Damanik menerima uang tunai sebesar SGD48.000 dari ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur dan Lisa Rachmat selaku kuasa hukum Ronald Tannur. Kemudian, uang tunai sebesar r SGD36.000 diberikan untuk hakim Mangapul.
Selanjutnya, Heru Hanindyo berhasil menerima uang sebesar SGD30.000 yang kemudian uangnya disimpan oleh Erintuah Damanik. "Uang tunai sebesar SGD140.000 (seratus empat puluh ribu dolar Singapura) dari
Meirizka Widjaja Tannur dan Lisa Rachmat," kata jaksa.
Kemudian, Heru Hanindyo juga menerima uang dari Meirizka Widjaja Tannur dan Lisa Rachmat sebanyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan SGD120.000 (seratus dua puluh ribu dollar singapura).
Uang diberikan untuk tiga hakim pengadil Ronald Tannur itu diterima secara sadar. Pasalnya, Erintuah Damanik Cs telah mengetahui uang diberikan oleh Lisa Rachmat adalah untuk menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak) terhadap Ronald Tannur dari seluruh Dakwaan Penuntut Umum.
Jaksa menilai Erintuah Damanik cs telah melanggar Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Pasal 12 B Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jaksa pun turut mendakwa tiga hakim pemberi vonis bebas untuk Ronald Tannur menerima gratifikasi.
Halaman Selanjutnya
"Rp30 juta untuk apa?," kata jaksa.