Jakarta, VIVA – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan, hingga 28 Februari 2025 pemerintah telah mengantongi Rp 33,56 triliun dari sektor usaha ekonomi digital.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Dwi Astuti mengatakan jumlah itu berasal dari pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp 26,18 triliun, pajak kripto sebesar Rp 1,21 triliun.
Kemudian pajak fintech (P2P lending) sebesar Rp 3,23 triliun, dan pajak yang dipungut oleh pihak lain atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP) sebesar Rp 2,94 triliun.
"Hingga 28 Februari 2025, pemerintah mencatat penerimaan dari sektor usaha ekonomi digital sebesar Rp 33,56 triliun," ujar Dwi dalam keterangannya, Jumat, 14 Maret 2025.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Mayarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti
Photo :
- VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham
Sementara itu, sampai dengan Februari 2025 pemerintah telah menunjuk 211 pelaku usaha PMSE menjadi pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dari keseluruhan pemungut yang telah ditunjuk, 188 PMSE telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE sebesar Rp26,18 triliun.
“Jumlah tersebut berasal dari Rp 731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp 3,90 triliun setoran tahun 2021, Rp 5,51 triliun setoran tahun 2022, Rp 6,76 triliun setoran tahun 2023, Rp 8,44 triliun setoran tahun 2024 dan Rp 830,3 miliar setoran tahun 2025,” jelasnya.
Adapun penerimaan pajak kripto telah terkumpul sebesar Rp 1,21 triliun sampai dengan Februari 2025. Penerimaan tersebut berasal dari Rp 246,45 miliar penerimaan tahun 2022, Rp 220,83 miliar penerimaan tahun 2023, Rp 620,4 miliar penerimaan 2024, dan Rp 126,39 miliar penerimaan 2025.
Penerimaan pajak kripto tersebut terdiri dari Rp 560,61 miliar penerimaan PPh 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger dan Rp 653,46 miliar
penerimaan PPN DN atas transaksi pembelian kripto di exchanger Pajak fintech (P2P lending) juga telah menyumbang penerimaan pajak sebesar Rp 3,23 triliun sampai dengan Februari 2025.
Penerimaan dari pajak fintech berasal dari Rp 446,39 miliar penerimaan tahun 2022, Rp 1,11 triliun penerimaan tahun 2023, Rp 1,48 triliun penerimaan tahun 2024, dan Rp 196,49 miliar penerimaan tahun 2025. Pajak fintech tersebut terdiri atas PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima WPDN dan BUT sebesar Rp 832,59 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima WPLN sebesar Rp 720,74 miliar, dan PPN DN atas setoran masa sebesar Rp 1,68 triliun.
Untuk penerimaan pajak atas usaha ekonomi digital lainnya berasal dari penerimaan pajak SIPP. Hingga Februari 2025, penerimaan dari pajak SIPP sebesar Rp 2,94 triliun.
Dwi menjelaskan, penerimaan dari pajak SIPP tersebut berasal dari Rp 402,38 miliar penerimaan tahun 2022, sebesar Rp 1,12 triliun penerimaan tahun 2023, Rp 1,33 triliun penerimaan tahun 2024, dan Rp 93,93 miliar penerimaan tahun 2025. Penerimaan pajak SIPP terdiri dari PPh sebesar Rp 199,96 miliar dan PPN sebesar Rp 2,74 triliun.
“Dalam rangka menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi pelaku usaha baik konvensional maupun digital, pemerintah masih akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia,” ujar Dwi.
Dwi melanjutkan, pemerintah juga akan menggali potensi penerimaan pajak usaha ekonomi digital lainnya seperti pajak kripto atas transaksi perdagangan aset kripto, pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman, dan pajak SIPP atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah.
Halaman Selanjutnya
Penerimaan pajak kripto tersebut terdiri dari Rp 560,61 miliar penerimaan PPh 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger dan Rp 653,46 miliar penerimaan PPN DN atas transaksi pembelian kripto di exchanger Pajak fintech (P2P lending) juga telah menyumbang penerimaan pajak sebesar Rp 3,23 triliun sampai dengan Februari 2025.