Penyeragaman Kemasan Rokok Disebut Bakal Gerus Omzet PKL dan Pedagang Kecil

3 hours ago 1

Kamis, 6 Februari 2025 - 18:07 WIB

Jakarta, VIVA – Wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), disinyalir dapat mengancam keberlangsungan pedagang eceran, pedagang kelontong, hingga pedagang kaki lima (PKL) yang menjadi bagian hilir dari industri tembakau.

Ketua Umum Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (Keris), Ali Mahsum Atmo menjelaskan, sejak diterapkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, dampak terhadap omzet pedagang kecil sudah mulai terasa.

"Jika aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek juga akan diterapkan, maka dampaknya akan semakin besar terhadap omzet ekonomi rakyat, termasuk pedagang kaki lima (PKL), toko kelontong, dan tenant lainnya," kata Ali dalam keterangannya, Kamis, 6 Februari 2025.

PKL berada di bawah Skybridge kawasan Tanah Abang.

Photo :

  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Dia mengatakan, saat ini para pedagang kecil telah menghadapi aturan larangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, serta larangan penjualan rokok secara eceran akibat pengesahan PP 28/2024.

"Karenanya, jika rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek disahkan, maka pedagang kecil akan semakin tertekan dan pendapatannya akan berkurang," ujarnya.

Ali menambahkan, aturan ini dapat menurunkan kesejahteraan sekitar 1 juta pedagang asongan dan PKL, serta 4,1 juta pedagang warung kelontong. Kebijakan yang diinisiasi oleh Kemenkes ini diyakini akan membawa dampak serius bagi ekonomi pelaku usaha kecil, yang seharusnya mendapatkan dukungan dan bukannya hambatan.

"Selain itu, kebijakan ini bertentangan dengan visi Pemerintahan Prabowo yang berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat," kata Ali.

Rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek ini juga dinilai dapat merugikan ekonomi nasional. Padahal di tahun 2024, pendapatan cukai hasil tembakau (CHT) mencapai Rp 216,9 triliun, atau menyumbang lebih dari 95 persen dari total penerimaan cukai.

"Selain itu, industri hasil tembakau (IHT) juga telah berkontribusi besar pada penyerapan tenaga kerja di tanah air. Jadi, pemerintah harus bijak dalam mengatur aturan bagi produk tembakau ini," ujarnya.

Halaman Selanjutnya

"Selain itu, kebijakan ini bertentangan dengan visi Pemerintahan Prabowo yang berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat," kata Ali.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |