Garut, VIVA – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Garut, Jawa Barat menurunkan tim medis untuk menangani 150 orang pelajar di Kecamatan Kadungora yang mengalami gejala keracunan makanan yang saat ini sebagian harus dirawat, dan sebagian rawat jalan.
"Jumlah siswa yang mengalami gejala keracunan mencapai 150 orang," kata Kepala Dinkes Kabupaten Garut Leli Yuliani kepada wartawan di Garut, Rabu.
Ia menuturkan seluruh pelajar yang mengeluhkan sakit sama pada bagian perut yang diduga sebagai gejala keracunan makanan, namun lebih jelasnya akan ditelusuri jenis makanan apa yang dikonsumsinya.
Korban keracunan massal karena makanan. (Ilustrasi).
Photo :
- VIVA.co.id/Muhammad AR
Tim medis, kata dia, saat ini masih fokus untuk penanganan kesehatannya, terutama yang parah dan harus menjalani perawatan intensif di Puskesmas Kadungora sebanyak 14 orang, dan sisanya rawat jalan dengan tetap mendapatkan pemantauan petugas kesehatan.
"14 orang siswa yang dirawat seluruhnya dilakukan perawatan di Puskesmas Kadungora," katanya.
Ia menyampaikan, Dinkes Garut memastikan seluruh pelajar yang mengeluhkan sakit gejala keracunan mendapatkan penangan kesehatan yang cepat dan tepat sampai dipastikan sembuh.
"Kita dari sejak awal menerima informasi ini langsung menerjunkan tim ke lapangan, termasuk mengirimkan kebutuhan obat-obatan untuk perawatan," katanya.
Kepala SMA Siti Aisyah, Hari Triputuharja membenarkan ada sebagian siswanya menderita sakit perut secara bersamaan, selanjutnya melaporkan keluhan siswa itu ke Puskesmas Kadungora yang langsung datang melakukan penanganan.
"Kami langsung koordinasi dengan puskesmas, alhamdulillah cepat tanggap, mereka datang ke sekolah untuk melakukan pemeriksaan, dan ada beberapa siswa yang dibawa ke puskesmas," katanya.
Terkait siswa tersebut sakit karena mengonsumsi makanan program Makan Gizi Gratis (MBG), kata dia, pihaknya belum mengasumsikan pada makanan tersebut, karena saat ini masih dilakukan penelitian oleh Dinkes Garut.
Berdasarkan pengakuan siswa, kata dia, bahwa mengeluhkan sakit perut sejak Rabu dini hari, kemudian memaksakan diri pergi sekolah sampai akhirnya menjalani pemeriksaan medis oleh petugas puskesmas.
"Kita belum bisa berasumsi apakah ini memang faktornya dari MBG atau bukan karena kan sedang dalam penelitian juga," katanya. (Ant)
Halaman Selanjutnya
"Kita dari sejak awal menerima informasi ini langsung menerjunkan tim ke lapangan, termasuk mengirimkan kebutuhan obat-obatan untuk perawatan," katanya.