Jakarta, VIVA - Ketua DPD PDI Perjuangan (PDIP), Said Abdullah mengatakan pihaknya menyalurkan ratusan ekor sapi kurban dalam peringatan Hari Raya Idul Adha 1446 Hijriyah/2025. Menurut dia, ratusan ekor sapi kurban itu diserahkan kepada lembaga pendidikan pesantren, masjid hingga tokoh masyarakat.
“Alhamdulillah, DPD PDI Perjuangan Jawa Timur, di hari kurban ini telah menyalurkan 403 ekor sapi. Kami distribusikan ke Kantor Kantor DPC PDI Perjuangan se-Jawa Timur, lembaga pendidikan pesantren, Masjid, ormas keagamaan dan tokoh masyarakat,” kata Said di Jakarta pada Kamis, 6 Juni 2025.
Tentunya, Said berharap dari upaya kecil berkurban ini bisa menggerakkan roda ekonomi para peternak sapi, khususnya di Madura, Jawa Timur. Bagi warga Madura, kata dia, Idul Adha adalah lebaran besar.
“Warga Madura memiliki tradisi toron, atau kembali ke kampung halaman, melepas rindu kepada keluarga. Berkah rezeki dari berjualan sapi akan menggenapi warga Madura menjamu keluarga di rantau saat pulang kampung,” ujar Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI ini.
Said mengatakan barangkali upaya kecil yang dilakukan DPD PDI Perjuangan Jawa Timur ini tidaklah begitu hebat. Akan tetapi, Said berharap bisa menyalakan harapan saudara yang fakir dan para wong cilik, membantu pemerintah menambah kualitas gizi bagi warga miskin walau hanya sementara waktu.
“Namun, sepenuhnya kami sadar, tugas kepartaian tentu bukan perihal “karikatif” semata. Ada kewajiban struktural yang lebih strategis, yang kita perlu perjuangkan bersama, yakni membuat program dan kebijakan pemerintahan di semua jenjang yang bisa merubah nasib rakyat miskin,” jelas dia.
Selain itu, Said mengatakan ibadah kurban yang dirayakan setiap tahun selalu menjadi alarm, pengingat bahwa Islam mewajibkan pengorbanan. Ketika Nabi Ibrahim Alaihi Salam yang makin menua dan tidak mendapatkan keturunan, secercah harapan muncul ketika Ibu Hajar melahirkan Nabi Ismail Alaihi Salam, yang menandai lahirnya anak Nabi Ibrahim berikutnya.
Kehadiran Ismail di hati Nabi Ibrahim, bak oase di Padang Gurun. Di saat hati Nabi Ibrahim mendayu-dayu, menimang bayi Ismail penuh kasih sayang. Namun, Allah SWT memerintahkan kepada Ibrahim untuk menyembelih Ismail melalui mimpinya. Semula Ibrahim ragu akan ta’wil mimpinya, apakah itu Firman Tuhan ataukah bunga tidur. Namun, perintah itu tersirat kuat sebagai pesan Allah SWT.
Kebimbangan itu dijawab oleh Ibrahim dengan melaksanakan perintah-Nya untuk menyembelih bayi Ismail. Nabi Ibrahim lolos ujian, kemlekatan hatinya terhadap anak, tidak mampu menduakan terhadap kepatuhan dan kehambaannya kepada Allah SWT. Nabi Ibrahim memilih jalan pedih, sebagai puncak kehambaan, untuk menunjukkan totalitas kecintaannya kepada Allah SWT. Pembuktian ini dibalas kontan oleh Allah SWT dengan menyelamatkan bayi Ismail.
“Kisah ini, yang terus kita peringati setiap tahun dalam Idul Adha, bermakna sangat dalam. Adakah kita sebagai hamba mampu menunaikan tugas sebagaimana yang dijalani oleh Nabi Ibrahim? Rasanya tidak ada yang mampu melampaui Nabi Ibrahim. Bisa jadi karena tidak ada yang mampu, Allah SWT telah mendiskon kewajiban umat, khususnya kepada kaum muslimin,” kata Said.
Atas Maha Kasih-Nya, Said mengatakan Allah SWT hanya memerintahkan umat Islam berkurban hewan kepada yang mampu. Makna kurban derajatnya diturunkan oleh Allah SWT dengan mewajibkan yang kaya untuk berbagi kepada yang miskin. Menurut dia, kesadaran berkurban harus dipupuk sebagai kesadaran yang imanen, bahwa bisa berbagi nikmat dan kegembiraan walau hanya melalui media daging kurban kepada yang fakir.
“Bagi kita makan daging sesuatu yang biasa saja, atau bahkan kita sudah fase enggan makan daging. Namun, bagi rakyat miskin, konsumsi daging adalah hal yang tidak mereka jumpai tiap hari. Momen yang spesial buat mereka dan keluarganya. Alangkah tidak tahu dirinya kita sebagai hamba kalau mengabaikan perintah yang terdiskon ini,” pungkasnya.
Halaman Selanjutnya
Selain itu, Said mengatakan ibadah kurban yang dirayakan setiap tahun selalu menjadi alarm, pengingat bahwa Islam mewajibkan pengorbanan. Ketika Nabi Ibrahim Alaihi Salam yang makin menua dan tidak mendapatkan keturunan, secercah harapan muncul ketika Ibu Hajar melahirkan Nabi Ismail Alaihi Salam, yang menandai lahirnya anak Nabi Ibrahim berikutnya.