Jakarta, VIVA – Indonesia dinilai berhasil menjaga keamanan dari ancaman terorisme dalam beberapa tahun terakhir. Sejak tahun 2023 hingga saat ini, tidak tercatat adanya serangan teroris secara terbuka di Indonesia.
Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan, mengungkapkan bahwa keberhasilan ini tidak lepas dari implementasi Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE). Menurutnya, kebijakan ini menjadi faktor utama dalam mencegah serangan teroris di Indonesia.
"Saya kira nol-nya angka serangan teroris di Indonesia atau yang sering disebut sebagai zero terrorist attack sejak 2023 itu merupakan salah satu yang bisa kita catat sebagai capaian dari penerapan atau implementasi RAN PE fase pertama," kata Halili, saat dihubungi, Rabu, 26 Maret 2025.
Halili menjelaskan bahwa RAN PE adalah serangkaian langkah sistematis dan terencana untuk menangani ekstremisme berbasis kekerasan. Program ini melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat dan daerah, kementerian serta lembaga negara seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), serta organisasi masyarakat sipil seperti SETARA Institute.
Tiga pilar utama dalam program ini adalah pencegahan, penegakan hukum, dan kemitraan. Implementasinya merujuk pada Peraturan Presiden (Perpres) No. 7 Tahun 2021 yang menetapkan strategi nasional dalam menangani ekstremisme berbasis kekerasan.
"Jadi, RAN PE itu betul-betul merupakan agenda sistematis dari negara untuk mencegah dan menanggulangi ekstremisme kekerasan yang mengarah pada terorisme dengan pendekatan utama yaitu soft approach," ujar Halili.
Fase pertama RAN PE berlangsung dari 2021 hingga 2024, dengan berbagai program yang menitikberatkan pada mitigasi, pemetaan aktor, pembekalan aparatur daerah, serta pelibatan masyarakat dalam Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM).
Menurut Halili, pelaksanaan fase pertama RAN PE memberikan dua dampak positif, yaitu dampak terukur dan tidak terukur. Dampak terukur terlihat dari tidak adanya serangan teroris secara terbuka atau fenomena "zero terrorist attack" di Indonesia.
Sementara itu, dampak tidak terukur meliputi peningkatan kesadaran masyarakat terhadap ancaman ekstremisme, sehingga mendorong berbagai pihak untuk melakukan upaya pencegahan dini.
Halili berharap RAN PE fase kedua yang akan berlangsung dari 2025 hingga 2029 dapat terus memberikan hasil positif, terutama dalam mencegah serangan terorisme secara terbuka di Indonesia.
"Saya kira target paling utama adalah pencegahan agar tidak terjadi serangan terorisme yang bersifat terbuka. Ini bisa kita jadikan acuan efektivitas implementasi RAN PE fase kedua. Karena kita tahu serangan teroris itu selalu melahirkan berbagai kerugian, mulai dari kerugian jiwa, fisik, ekonomi, sosial dan budaya, bahkan kerugian politik," ujar Halili.
Adapun BNPT fokus memperkuat program deradikalisasi dan kesiapsiagaan nasional dalam RAN PE fase kedua pada 2025-2029. Kepala BNPT, Komisaris Jenderal Polisi Eddy Hartono, mengatakan penguatan dua program itu melalui RAN PE fase kedua selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.
"RPJMN 2025-2029 merupakan penjabaran visi dan misi presiden, salah satunya koordinasi sinergi antarinstrumen pertahanan dan keamanan dalam pencegahan serta penanggulangan aksi terorisme. Di sinilah rencananya peran RAN PE," kata Eddy, seperti dikonfirmasi di Jakarta, Jumat, 28 Februari 2025.
Halaman Selanjutnya
Menurut Halili, pelaksanaan fase pertama RAN PE memberikan dua dampak positif, yaitu dampak terukur dan tidak terukur. Dampak terukur terlihat dari tidak adanya serangan teroris secara terbuka atau fenomena "zero terrorist attack" di Indonesia.