Jakarta, VIVA – Masa kepemimpinan Presiden RI Prabowo Subianto dan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka telah memunculkan sejumalh penilaian yang dirangkum dalam rapor merah dan biru. Penilaiannya itu terjadi pada masa kepemimpinan selama tujuh bulan lamanya.
Penilaian rapor merah dan biru tersebut diluncurkan melalui hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA pada Rabu, 4 Juni 2025.
Direktur KCI LSI Denny JA, Adjie Al Faraby menyatakan bahwa selama kepemimpinan Prabowo-Gibran tujuh bulan ini, menjadi sebuah musim semi politik. Menurutnya, dalam kurun waktu tersebut merupakan harapan publik untuk bisa bertemu dengan kenyataan kebijakan.
"Ini momen ketika janji kampanye mulai diuji oleh denyut kehidupan sehari-hari," ujar Adjie Al Faraby dalam keterangannya pada Rabu, 4 Juni.
LSI Denny JA rilis survei hasil kinerja Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. (Istimewa)
Photo :
- VIVA.co.id/Zendy Pradana
Adjie menilai bahwa kurun waktu tujuh bulan ini, menjadi ambang ujian awal bagi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Pada fase ini menjadi sebuah legitimasi elektoral yang diuji ulang melalui performa nyata.
"Mereka bertemu dengan sorotan tajam dari harapan dan kegelisahan masyarakat," kata dia.
Adapun, rapor biru Prabowo-Gibran salah satunya hampir seluruh responden mempercayai kondisi sosial budaya nasional berada dalam keadaan baik hingga sangat baik. Ini indikator tertinggi di antara semua sektor.
"Kepuasan terhadap keamanan nasional mencapai 83,1%. Diikuti penegakan hukum (67,8%), stabilitas politik (70,8%), dan kinerja ekonomi makro (67,4%)," kata Adjie.
Pun, menurutnya, indikator ini membentuk kerangka kokoh dari legitimasi awal. Dalam tradisi sosiologi politik, rasa aman, hukum yang berjalan, dan politik yang stabil adalah fondasi tak terlihat namun terasa.
"Mereka adalah dinding kepercayaan yang menopang rumah demokrasi," ujarnya.
Lebih lanjut, Adjie juga menyinggung adanya rapor merah Prabowo-Gibran. Dua rapor merahnya adalah lapangan pekerjaan dan pemenuhan kebutuhan pokok.
"Ini sinyal awal kegelisan dari rumah tangga warga negara. Sebanyak 60,8% masyarakat merasa mencari pekerjaan saat ini lebih sulit dibandingkan tahun sebelumnya. Hanya 11% yang merasa lebih mudah, sementara sisanya tidak melihat perubahan berarti,” jelas Adjie.
Menurut dia, keresahan ini melintasi kelas sosial dan latar pendidikan. Dari warga berpenghasilan di bawah Rp2 juta hingga mereka yang bergaji di atas Rp4 juta per bulan, dari lulusan SMA hingga D3 ke atas.
“Mayoritas menyatakan sulitnya mencari pekerjaan. Bahkan, wilayah seperti Maluku dan Papua mencatatkan angka tertinggi 87% warganya menyatakan bahwa lapangan kerja semakin langka,” katanya lagi.
Selain itu, Adjie menyebut 58,3% responden mengaku kesulitan memenuhi kebutuhan pokok, sebuah tanda tekanan psikologis domestik, khususnya pada sektor konsumsi dasar. Ketika harga sembako memberatkan, angka-angka tak lagi sekadar statistik. “Mereka menjadi detak jantung dari kecemasan kolektif,” ungkapnya.
Diketahui, survei nasional terbaru dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI Denny JA) dilakukan pada 16-31 Mei 2025. Survei ini menggunakan metode multi-stage random sampling terhadap 1.200 responden, menampilkan dua wajah dari pemerintahan Prabowo–Gibran.
Lima rapor biru yang menandakan stabilitas. Dan dua rapor merah yang menjadi alarm sosial. Survei ini memiliki margin of error ±2,9?n diperkuat dengan riset kualitatif, wawancara mendalam, FGD, dan analisis media.
Halaman Selanjutnya
Adapun, rapor biru Prabowo-Gibran salah satunya hampir seluruh responden mempercayai kondisi sosial budaya nasional berada dalam keadaan baik hingga sangat baik. Ini indikator tertinggi di antara semua sektor.