Wamenag Romo Syafii: Wukuf di Arafah, Kita Seolah-olah dalam Keadaan Mati

1 day ago 4

Rabu, 4 Juni 2025 - 07:40 WIB

Makkah, VIVA – Menjelang puncak pelaksanaan ibadah haji yang dikenal dengan fase Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna), Wakil Menteri Agama Republik Indonesia, Romo KH R Muhammad Syafi'i, menyampaikan pesan mendalam kepada para jemaah haji Indonesia. Di hadapan para jemaah, Wamenag mengajak untuk merenungi makna spiritual dari tahapan penting ini, yang menurutnya menyerupai keadaan manusia setelah mati.

"Di tahapan Armuzna, kita seolah-olah dalam keadaan mati," kata Wamenag, Selasa (3/6/2025)

Wamenag Romo Muhammad Syafii

Pernyataan tersebut bukan sekadar perumpamaan. Romo Syafi’i ingin menggambarkan bahwa saat di Arafah, manusia berada dalam kondisi yang sangat dekat dengan akhirat—seluruh jemaah meninggalkan identitas duniawinya, mengenakan pakaian ihram yang seragam, dan berkumpul di padang luas tanpa perbedaan pangkat, jabatan, atau status sosial.

"Di Arafah, kita tidak memakai pakaian lain kecuali ihram. Kita berkumpul dan berjalan bersama. Tidak ada yang membedakan manusia satu dan lainnya walaupun manusia dengan pangkatnya di dunia," ujar Wamenag.

Menurutnya, Arafah adalah miniatur padang Mahsyar, tempat manusia kelak dikumpulkan setelah kematian. Karena itu, momen ini seharusnya menjadi waktu untuk merenung, menundukkan hati, dan mengharapkan ridho Allah semata.

"Kita semua merendahkan diri kepada Allah Swt dan mengharapkan ridho Allah Swt," tuturnya.

Setelah dari Arafah, jemaah akan bergerak menuju Muzdalifah untuk mabit (bermalam) dan mengumpulkan batu kerikil yang akan digunakan untuk melontar jumrah di Mina keesokan harinya.

"Kita persiapkan diri ke Muzdalifah dan menceker diri mencari kerikil. Kita pertahankan kerendahan diri kita di hadapan Allah Swt," kata Wamenag.

Kerikil yang dikumpulkan di Muzdalifah itu menjadi simbol perlawanan terhadap godaan dan tipu daya setan. Di Mina, jemaah akan menggunakan kekuatan lahir dan batin untuk melempar jumrah sebagai wujud pengusiran segala bentuk kejahatan dan hawa nafsu.

"Kita gunakan semua kekuatan yang kita punya untuk melempar jumrah," tegasnya.

Rawat Kemabruran Setelah Pulang

Namun, menurut Wamenag, puncak haji bukanlah akhir, melainkan awal dari ujian baru. Ia mengingatkan bahwa kemabruran haji harus dijaga dan dirawat saat kembali ke tanah air. Esensi haji yang mabrur bukan sekadar ritual, tetapi transformasi diri menuju ketakwaan sejati.

"Harta dipakai untuk mentaati Allah, jabatan dipakai untuk mentaati Allah," ucapnya.

Ia menegaskan, ciri-ciri haji mabrur adalah tidak ada sesuatu pun yang dibanggakan kecuali keinginan untuk terus menaati Allah SWT.

"Haji mabrur adalah menggunakan harta dan jabatan dan semua yang dimilikinya untuk mentaati Allah Swt. Ibadah mahdah semakin meningkat, dan ibadah sosialnya semakin dirasakan oleh sesama," pungkas Wamenag Romo Syafi’i.
 

Halaman Selanjutnya

Kerikil yang dikumpulkan di Muzdalifah itu menjadi simbol perlawanan terhadap godaan dan tipu daya setan. Di Mina, jemaah akan menggunakan kekuatan lahir dan batin untuk melempar jumrah sebagai wujud pengusiran segala bentuk kejahatan dan hawa nafsu.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |