Jakarta, VIVA – Kepala Kantor Administrasi Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR mengeluarkan kebijakan yang melarang seluruh anggota DPR dan para staf ahli serta staf khusus menggunakan layanan pesan instan WhatsApp terhadap perangkat yang dipakai untuk kepentingan pemerintah.
Perangkat tersebut termasuk smartphone atau ponsel pintar, laptop atau komputer jinjing, dan juga desktop. Selain itu, setiap individu yang telah memasang aplikasi milik Meta itu pada perangkat harus segera dihapus.
Kebijakan ini terjadi di Amerika Serikat (AS). "Larangan juga termasuk menggunakan WhatsApp berbasis web," kata Kepala Kantor Administrasi Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR AS Catherine Szpindor, seperti dikutip dari situs BGR, Selasa, 24 Juni 2025.
Namun, ia tidak menjelaskan secara detail masalah keamanan tertentu, tetapi mengatakan larangan tersebut disebabkan oleh kurangnya transparansi dari WhatsApp tentang kerangka privasi dan keamanan.
Meski begitu, komunikasi dengan layanan pesan instan bisa dilakukan oleh seluruh anggota DPR dan para staf ahli serta staf khusus. Szpindor lalu merekomendasikan untuk mencoba Microsoft Teams, Wickr, Signal, iMessage, dan juga FaceTime.
"Kantor Keamanan Siber (CISA) menilai WhatsApp berisiko tinggi bagi pengguna karena kurangnya transparansi dalam cara melindungi data pribadi pengguna. Tidak adanya enkripsi data yang tersimpan, dan potensi risiko keamanan yang terkait dengan penggunaannya," jelas dia.
Sebelumnya, pada 2022, Kantor Administrasi DPR sudah mengeluarkan perintah serupa yang melarang semua perangkat DPR menjalankan TikTok karena 'sejumlah masalah keamanan'.
Menanggapi larangan tersebut, Meta, yang merupakan pemilik WhatsApp, tidak terlalu senang dengan adanya kebijakan baru ini. Mereka menilai kalau larangan tersebut 'sangat aneh dan tidak mendasar'.
"Kami sangat tidak setuju dengan pernyataan Kepala Kantor Administrasi DPR. Kami tahu seluruh anggota DPR dan staf mereka secara rutin menggunakan WhatsApp. Kami berharap dan memastikan semuanya dapat bergabung (menggunakan WhatsApp) bersama rekan-rekan Senat secara resmi," ungkap Juru Bicara Meta Andy Stone.
Ia juga mengklaim bahwa pesan di WhatsApp dienkripsi secara menyeluruh secara default. Artinya, hanya penerima dan pengirim yang bisa melihat, bahkan WhatsApp pun tidak mengetahuinya.
"Ini adalah tingkat keamanan yang lebih tinggi dari sebagian besar aplikasi (pesan instan) yang masuk dalam daftar yang disetujui Kepala Kantor Administrasi DPR. Mereka itu tidak menawarkan perlindungan ketat seperti kami," klaim Stone.
Halaman Selanjutnya
Menanggapi larangan tersebut, Meta, yang merupakan pemilik WhatsApp, tidak terlalu senang dengan adanya kebijakan baru ini. Mereka menilai kalau larangan tersebut 'sangat aneh dan tidak mendasar'.