Islamabad, VIVA – Tanpa penumpang dan pesawat, bandara terbaru dan termahal di Pakistan ini sedikit misterius. Dibiayai sepenuhnya oleh Tiongkok sebesar US$ 240 juta (Rp 3,9 triliun), tidak ada yang tahu kapan Bandara Internasional Gwadar Baru akan dibuka untuk umum.
Terletak di kota pesisir Gwadar dan selesai dibangun pada Oktober 2024, bandara ini sangat kontras dengan provinsi Balochistan barat daya yang miskin dan bergejolak di sekitarnya.
Selama dekade terakhir, Tiongkok telah menggelontorkan uang ke Balochistan dan Gwadar sebagai bagian dari proyek bernilai miliaran dolar yang menghubungkan provinsi Xinjiang barat dengan Laut Arab, yang disebut Koridor Ekonomi Tiongkok-Pakistan atau CPEC.
Pihak berwenang memujinya sebagai transformasional, tetapi hanya ada sedikit bukti perubahan di Gwadar.
Kota ini tidak terhubung dengan jaringan listrik nasional, listrik berasal dari Iran atau panel surya dan tidak ada cukup air bersih.
Bandara dengan kapasitas 400.000 penumpang bukanlah prioritas bagi 90.000 penduduk kota tersebut.
"Bandara ini bukan untuk Pakistan atau Gwadar," kata Azeem Khalid, pakar hubungan internasional yang mengkhususkan diri dalam hubungan Pakistan-Tiongkok.
"Bandara ini untuk Tiongkok, sehingga mereka dapat memiliki akses yang aman bagi warganya ke Gwadar dan Balochistan," tambahnya, dikutip dari Times of India, Selasa 25 Februari 2025.
CPEC telah memicu pemberontakan selama puluhan tahun di Balochistan yang kaya akan sumber daya dan berlokasi strategis.
Para separatis, yang merasa dirugikan oleh apa yang mereka sebut sebagai eksploitasi negara dengan mengorbankan penduduk setempat, berjuang untuk kemerdekaan dengan menargetkan pasukan Pakistan dan pekerja Tiongkok di provinsi tersebut dan di tempat lain.
Anggota minoritas etnis Baloch di Pakistan mengatakan bahwa mereka menghadapi diskriminasi oleh pemerintah dan ditolak di berbagai kesempatan di tempat lain di negara tersebut, namun tuduhan itu dibantah oleh pemerintah.
Pakistan, yang ingin melindungi investasi China, telah meningkatkan kehadiran militernya di Gwadar untuk memerangi perbedaan pendapat.
Kota ini dipenuhi pos pemeriksaan, kawat berduri, pasukan, barikade, dan menara pengawas.
Jalan juga ditutup setiap saat, beberapa hari dalam seminggu, untuk memungkinkan pekerja China dan VIP Pakistan lewat dengan aman. Petugas intelijen memantau wartawan yang mengunjungi Gwadar. Pasar ikannya dianggap terlalu sensitif untuk diliput.
Banyak penduduk setempat yang kebingungan.
"Dulu tidak ada yang bertanya ke mana kami akan pergi, apa yang sedang kami lakukan, dan siapa nama Anda," kata Khuda Bakhsh Hashim, seorang warga di wilayah itu.
"Dulu kami suka piknik semalaman di pegunungan atau daerah pedesaan. Kami adalah penduduk setempat. Mereka yang bertanya seharusnya yang memperkenalkan diri mereka."
Hashim mengenang saat Gwadar masih menjadi bagian dari Oman, bukan Pakistan, dan menjadi tempat persinggahan kapal penumpang yang menuju Mumbai. Orang-orang tidak kelaparan dan mudah mendapatkan pekerjaan, katanya.
Namun, air di Gwadar telah mengering karena kekeringan dan eksploitasi yang tidak terkendali. Begitu pula dengan pekerjaan.
Pemerintah mengatakan CPEC telah menciptakan sekitar 2.000 pekerjaan lokal, tetapi tidak jelas siapa yang mereka maksud dengan "lokal", penduduk Baloch atau warga Pakistan dari tempat lain di negara itu. Pihak berwenang juga tidak menjelaskan lebih lanjut.
Ada anggapan bahwa Gwadar berbahaya atau sulit dikunjungi, hanya satu rute komersial yang beroperasi dari bandara domestiknya, tiga kali seminggu ke Karachi, kota terbesar di Pakistan.
Tidak ada penerbangan langsung ke ibu kota provinsi Balochistan, Quetta, atau ibu kota nasional, Islamabad.
Masalah keamanan menjadi salah satu faktor penyebab peresmian ditunda di bandara internasional tersebut. Ada kekhawatiran bahwa pegunungan di daerah tersebut, dan kedekatannya dengan bandara dapat menjadi landasan peluncuran yang ideal untuk sebuah serangan.
Sebaliknya, PM Shehbaz Sharif dan mitranya dari Tiongkok, Li Qiang, menyelenggarakan upacara virtual. Penerbangan perdana tersebut tidak dapat disaksikan oleh media dan publik.
Halaman Selanjutnya
"Bandara ini bukan untuk Pakistan atau Gwadar," kata Azeem Khalid, pakar hubungan internasional yang mengkhususkan diri dalam hubungan Pakistan-Tiongkok.