Jakarta, VIVA – Pendiri Telegram Pavel Durov memperingatkan bahwa pengawasan dan sensor Barat mengikis kebebasan digital dan mengubah internet menjadi alat kontrol mereka.
Miliarder kelahiran Rusia ini telah lama menggambarkan Telegram sebagai pos terdepan untuk kebebasan berbicara dan privasi, membandingkannya dengan apa yang ia gambarkan sebagai upaya penyensoran otoriter oleh pemerintah Barat.
"Generasi kita kehabisan waktu untuk menyelamatkan internet gratis yang dibangun oleh para leluhur kita," kata dia, seperti dikutip dari situs Russia Today, Sabtu, 11 Oktober 2025. "Apa yang dulunya merupakan janji pertukaran informasi bebas kini telah berubah menjadi alat kontrol utama," tuturnya.
Ia mencontohkan langkah-langkah seperti kartu identitas digital di Inggris, verifikasi usia online wajib di Australia, dan pemindaian massal pesan pribadi di Uni Eropa.
Pavel Durov mengatakan masyarakat telah disesatkan oleh Barat dengan meyakini bahwa misi mereka adalah menghancurkan nilai-nilai tradisional – privasi, kedaulatan, pasar bebas, dan kebebasan berbicara – dan dengan melakukan hal tersebut, masyarakat telah memulai jalur 'penghancuran diri'.
"Dunia distopia yang gelap sedang mendekat dengan cepat – sementara kita masih tertidur. Generasi kita berisiko tercatat dalam sejarah sebagai generasi terakhir yang memiliki kebebasan – dan membiarkannya dirampas… Kita kehabisan waktu," ujarnya.
Pavel Durov telah lama berselisih dengan pemerintah Barat mengenai kebijakan Telegram, menghadapi denda di Jerman karena tidak menghapus konten 'ilegal' dan kritik di AS karena diduga mendukung kelompok ekstremis.
Tahun lalu, ia ditangkap di Paris, Prancis, dan didakwa terlibat dalam kejahatan yang terkait dengan pengguna Telegram, tetapi dibebaskan dengan jaminan.
Ia menyebut kasus tersebut bermotif politik. Ia kemudian menuduh intelijen Prancis menekannya untuk menyensor konten konservatif selama pemilu di Rumania dan Moldova, dan mengecam Prancis karena melancarkan "perang salib" melawan kebebasan berbicara.
"Undang-undang Uni Eropa seperti Undang-Undang Layanan Digital dan Undang-Undang AI membuka jalan bagi pengendalian informasi yang terpusat. Saya menegaskan kembali bahwa Telegram tidak akan pernah tunduk pada sensor politik. Saya lebih baik mati di penjara daripada mengkhianati apa yang diperjuangkan platform ini," tegas dia.
Harga Internet di Indonesia Lebih Mahal dari Singapura, tapi Kecepatannya di Bawah Kamboja
Harga internet di Indonesia lebih mahal dari Singapura, tapi kecepatannya di bawah Kamboja.
VIVA.co.id
9 Oktober 2025