Jakarta, VIVA – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali mendesak Ketua Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell, untuk menurunkan suku bunga acuan. Trump menuduh Powell menjadi biang kerok kerugian AS sehingga memaksa untuk memangkas suku bunga satu poin penuh.
Permintaan untuk memangkas suku bunga acuan bukanlah yang pertama. Trump telah berulang kali mendesak Powell untuk menurunkan suka bunga baik secara langsung maupun dalam pertemuan resmi, terakhir terjadi di Gedung Putih pada 29 Mei 2025.
Menurut Trump, suku bunga yang tinggi menghambat pertumbuhan ekonomi AS yang sedang memasuki masa keemasan baru. Namun, The Fed enggan menurunkan suku bunga saat ini karena mempertimbangkan kebijakan tarif impor yang berdampak terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi itu sendiri.
"Terlambat (menurunkan suku bunga) di Fed adalah sebuah bencana!", tulis Trump di platform Truth Social dikutip Minggu, 8 Juni 2025.
Presiden AS Donald Trump
Photo :
- AP Photo/Alex Brandon
Dalam unggahan tersebut, Trump menyinggung Eropa yang telah menurunkan suku bunga sebanyak sepuluh kali. Sedangkan, bank sentral AS belum sekalipun mengurangi suku bunga.
"Jika 'Terlambat' di The Fed akan memotong kami akan sangat mengurangi suku bunga, baik jangka panjang maupun pendek, pada utang yang akan jatuh tempo. Biden sebagian besar mengambil jangka pendek," imbuh Trump yang dikutip dari NewsWeek pada Sabtu, 7 Juni 2025.
Lebih lanjut, Trump menilai inflasi sudah melandai tetapi jika kembali naik maka The Fed harus bertanggung jawab dengan menaikkan suku bunga. Ia juga menuding Powell sudah merugikan AS karena biaya pinjaman yang semakin melonjak.
"Hampir tidak ada inflasi (lagi), tetapi jika inflasi kembali, naikkan tingkat suku bunga untuk menanggungnya. Sangat Sederhana!!! Dia menghabiskan banyak uang Negara kita. Biaya pinjaman seharusnya jauh lebih rendah," protes Trump pada unggahannya.
Namun, pendirian The Fed tidak goyah dan tetap mempertahankan suku bunga acuan di level 4,25-4,5 persen. Keputusan yang tidak berubah dalam tiga rapat berturut-turut menyoroti ketidakpastian ekonomi global di tengah konflik perang dagang antara AS dengan mitranya, termasuk Tiongkok.
Ilustrasi uang/pinjaman online
Alasan para anggota bank sentral AS belum tergerak memangkas suku bunga lantaran masih menunggu lebih banyak data. Mengingat mereka harus tetap menjaga kestabilan harga dan lapangan kerja.
Suku bunga yang lebih tinggi cenderung menurunkan inflasi dengan memperketat pasokan uang. Di sisi lain, pengangguran akan semakin bertambah banyak.
"Untuk saat ini, kami berada dalam posisi yang tepat untuk menunggu kejelasan yang lebih baik sebelum mempertimbangkan penyesuaian apapun terhadap sikap kebijakan kami. Kami terus menganalisis data yang masuk, prospek yang berkembang, dan keseimbangan risiko," ujar Powell dalam pidatonya pada 14 April 2025 lalu.
Powell juga menyadari tingginya angka pengangguran dan inflasi dapat mengganggu ekonomi dan mempersulit bisnis serta masyarakat luas. Namun, ia menegaskan bank sentral harus mencapai tujuan menciptakan lapangan kerja dan stabilitas harga.
Rencananya Komite Pasar Terbuka Federal atau Federal Open Market Committee (FOMC) akan mengadakan pertemuan pada 17–18 Juni 2025. Rapat akan membahas dan menetapkan kebijakan moneter ke depan.
Halaman Selanjutnya
Lebih lanjut, Trump menilai inflasi sudah melandai tetapi jika kembali naik maka The Fed harus bertanggung jawab dengan menaikkan suku bunga. Ia juga menuding Powell sudah merugikan AS karena biaya pinjaman yang semakin melonjak.