Yogyakarta, VIVA – Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma (USD) menggelar konferensi internasional bertajuk International Conference on Sustainable Natural Products in Healthcare (ICSNPH) 2025.
Bukan sekadar ajang ilmiah, pertemuan ini menjadi medan temu antara peneliti, industri, dan regulator dari 15 negara, yang sama-sama mencari jalan agar bahan alami tak hanya berhenti di laboratorium, tapi sampai ke tangan pasien.
Dengan tema “Interdisciplinary Approaches from Lab to Clinical Breakthroughs”, konferensi ini mempresentasikan 85 hasil riset, mulai dari inovasi pengiriman obat lewat nanoteknologi hingga praktik farmasi klinis di Asia Tenggara.
"Kolaborasi ini krusial agar produk herbal Indonesia dapat digunakan dalam pelayanan kesehatan nasional secara lebih luas dan efektif," kata Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Rizka Andalusia dikutip pada Jumat, 13 Juni 2025.
Dekan Farmasi USD, Dr. apt. Dewi Setyaningsih, M.Sc. (Doc: Istimewa)
Photo :
- VIVA.co.id/Natania Longdong
Dalam kesempatan yang sama, ilmuwan dari Malaysia, Thailand, dan pelaku industri juga membahas tantangan nyata mulai dari regulasi yang tumpang tindih, uji klinis yang memakan waktu, hingga realita ekspor produk herbal Indonesia yang ironisnya hanya menyentuh angka US$ 180 juta per tahun, jauh di bawah potensinya.
Diketahui, Indonesia adalah rumah bagi 40.000 spesies tanaman, dan sekitar 9.600 di antaranya memiliki khasiat medis. Tapi, potensi itu tak serta-merta menjelma menjadi kekuatan industri. Tantangan datang dari semua sisi, dari laboratorium yang belum terintegrasi dengan dunia klinis, hingga pasar yang masih dikunci regulasi.
"Kami ingin menjadikan USD sebagai pusat pertukaran gagasan inovatif dalam pemanfaatan produk alami untuk kesehatan," kata Dekan Fakultas Farmasi USD, Dewi Setyaningsih.
Dibalik tumpukan makalah ilmiah yang dibahas, terselip kenyataan bahwa industri kesehatan Indonesia masih sangat bergantung pada produk impor. Padahal, dengan pendekatan berbasis sains dan sinergi multisektor, Indonesia punya peluang besar untuk mandiri secara farmasi, tak hanya sebagai pengguna, tapi juga sebagai produsen berdaya saing global.
Selain itu, sorotan utama lainnya adalah tantangan regulasi. Produk herbal lokal meski punya potensi klinis tinggi, masih kerap tersendat di meja uji klinis atau terhambat birokrasi lintas lembaga.
"Diperlukan kerja sama erat antara peneliti, industri, dan pemerintah untuk mengatasi hambatan ini," ucap Apt. Agustina Setiawati, Ketua Panitia ICSNPH 2025.
Konferensi ini memang hanya berlangsung sehari, namun semangat yang dibawa jauh melampaui ruang konvensi.
Dalam setiap diskusi dan kutipan, tergambar tekad bahwa masa depan produk herbal tak bisa hanya jadi wacana, apalagi simbol kearifan lokal yang dipajang di museum.
Hasil konferensi ini nantinya akan dituangkan dalam prosiding ilmiah yang terbuka bagi komunitas global. Tapi, lebih dari itu, pertemuan ini adalah alarm yang membangunkan bahwa Indonesia tidak boleh tertinggal lagi dalam perlombaan inovasi berbasis alamnya sendiri.
Halaman Selanjutnya
"Kami ingin menjadikan USD sebagai pusat pertukaran gagasan inovatif dalam pemanfaatan produk alami untuk kesehatan," kata Dekan Fakultas Farmasi USD, Dewi Setyaningsih.