Jakarta, VIVA - Insiden ricuh saat acara Job Fair 'Bekasi Pasti Kerja' yang diselenggarakan Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bekasi di Cikarang, Jawa Barat jadi sorotan DPR RI. Ricuhnya job fair itu dikritik karena menunjukkan ketidaksiapan manajerial Pemerintah.
Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi menyindir kebijakan yang tidak tepat mengantisipasi animo masyarakat yang tinggi terhadap akses kerja. Nurhadi menyayangkan kericuhan terjadi karena peserta berebut scanner kode QR yang berisi daftar perusahaan pembuka lowongan kerja.
“Kejadian ini mencerminkan betapa mendesaknya kebutuhan masyarakat terhadap pekerjaan, sekaligus buruknya mekanisme teknis yang diterapkan panitia,” kata Nurhadi, dalam keterangannya, Senin, 2 Juni 2025.
Dia menuturkan Pemerintah Daerah atau Pemda sebagai penyelenggara bisa mengantisipasi lonjakan peserta. Selain itu, bisa melakukan mitigasi terkait manajemen alur peserta hingga distribusi informasi digital.
"Dan, pemecahan titik lokasi acara sudah menjadi standar minimum dalam penyelenggaraan job fair berskala besar. Apalagi di tengah badai PHK seperti ini,” ujar legislator Nasdem itu.
Nurhadi menambahkan Pemda seharusnya juga menyadari bahwa job fair bukan sekadar ajang seremonial tahunan. Ia mengingatkan hal itu karena job fair mesti jadi representasi dari masalah besar bernama pengangguran struktural.
Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi
Maka itu, ia bilang pendekatannya tak bisa hanya tentang administratif atau event-based semata. Namun, menurut dia, perlu dilihat sebagai bagian dari strategi berkelanjutan dalam pembangunan ketenagakerjaan daerah.
"Lebih dari 25.000 pencari kerja memadati satu titik lokasi, insiden saling dorong hingga ada yang pingsan menjadi bukti bahwa sistem dan perencanaan acara belum sensitif terhadap realita di lapangan," ujarnya.
Pun, ia menyinggung status Kabupaten Bekasi sebagai salah satu kawasan industri terbesar di Asia Tenggara. Nurhadi menuturkan Pemda perlu menegaskan tanggung jawab perusahaan-perusahaan yang beroperasi di wilayahnya.
Kemudian, dia menuturkan perusahaan yang menempati kawasan industri di Bekasi bisa mendapat insentif, kemudahan, dan manfaat dari keberadaan di wilayah itu mesti didorong agar ikut berkontribusi nyata dalam membuka serta menyerap tenaga kerja lokal.
“Perusahaan yang beroperasi di kawasan industri Bekasi tidak boleh hanya menikmati fasilitas, tetapi juga wajib menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar," tutur legislator dari Dapil Jawa Timur VI itu.
"Pemerintah harus memastikan ada regulasi yang mengikat dan mendorong keterlibatan aktif sektor industri dalam mengurangi angka pengangguran," ujar Nurhadi.
Lebih lanjut, dia menggarisbawahi pentingnya solusi jangka pendek terkait masalah membludaknya pencari kerja saat ini. Kata dia, salah satunya, dengan menyelenggarakan job fair secara terdesentralisasi di berbagai kecamatan atau zona industri.
"Pemerintah juga bisa memperkuat platform daring yang memungkinkan pencari kerja mengakses informasi lowongan tanpa harus berdesakan secara fisik," kata Nurhadi.
Menurut dia, hal itu penting mengingat fenomena badai pemutusan hubungan kerja (PHK) berkorelasi dengan besarnya animo masyarakat terhadap peluang akses mendapat pekerjaan. Oleh karena itu ajang seperti job fair harus jadi perhatian.
"Dengan angka pengangguran yang masih tinggi dan keresahan sosial yang mulai terlihat dalam bentuk kericuhan seperti ini, job fair ke depan tidak boleh lagi menjadi simbol kepanikan kolektif,” tuturnya.
“Job fair harus menjadi jalan keluar nyata menuju pekerjaan yang layak, aman, dan bermartabat. Bukan cuma seremonial,” tutur Nurhadi.
Seperti diketahui, acara job fair yang diselenggarakan Pemkab Bekasi di Gedung Convention Center Presiden University, Jababeka, Selasa, 27 Mei 2025 membludak dan berujung ricuh. Pencari kerja diprediksi mencapai 25 ribu orang memadati halaman gedung. Namun, animo tinggi pencari kerja tak sebanding dengan kuota lowongan tersedia yang hanya sebanyak 3.000.
Terkait kericuhan itu, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menepis membludaknya pencari kerja di Cikarang sebagai potret sulitnya mencari pekerjaan. Pihak Kemenaker menilai hal itu lebih kepada tingginya animo masyarakat terhadap lowongan pekerjaan.
Halaman Selanjutnya
Maka itu, ia bilang pendekatannya tak bisa hanya tentang administratif atau event-based semata. Namun, menurut dia, perlu dilihat sebagai bagian dari strategi berkelanjutan dalam pembangunan ketenagakerjaan daerah.