Jakarta, VIVA – Jaksa penuntut umum (JPU) telah menjatuhi dakwaan kepada tiga orang terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) COVID-19 di Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Tiga orang terdakwa dijatuhi dakwaan telah merugikan negara sebanyak Rp 319 miliar.
Adapun tiga terdakwa dalam kasus rasuah di Kemenkes RI yakni mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan pada Kemenkes Budi Sylvana, Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (PT EKI) Satrio Wibowo, dan Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PT PPM) Ahmad Taufik.
Jaka menyebut, bahwa para terdakwa telah melakukan negosiasi APD tanpa surat pesanan hingga menerima pinjaman dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Ilustrasi Baju Alat Pelindung Diri (APD) buatan Indonesia yang lolos standar WHO
Photo :
- instagram.com/bnpb_indonesia/
"Yang melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, secara melawan hukum, yaitu melakukan negosiasi harga APD sejumlah 170 ribu set seluruhnya tanpa menggunakan surat pesanan, melakukan negosiasi harga dan menandatangani surat pesanan APD sebanyak 5 juta set, menerima pinjaman uang dari BNPB kepada PT PPM dan PT EKI sebesar Rp 10 miliar untuk membayarkan 170 ribu set APD tanpa ada surat pesanan dan dokumen pendukung pembayaran, serta menerima pembayaran terhadap 1.010.000 set APD merek BOH0 sebesar Rp 711.284.704.680 (Rp 711 miliar) untuk PT PPM dan PT EKI," ujar jaksa di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Selasa 4 Februari 2025.
Dalam hal ini, jaksa menjelaskan bahwa PT EKI tidak memiliki izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK). PT EKI dan PT PPM ternyata tidak juga menyerahkan bukti pendukung kewajaran harga ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada kesepakatan negosiasi APD.
Kemudian, Satrio Wibowo menurut jaksa telah menerima Rp 59,9 miliar dan Ahmad menerima Rp 224,1 miliar dalam kasus ini. Kerugian keuangan negara disebut mencapai Rp 319 miliar.
"Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu telah memperkaya diri terdakwa (Satrio Wibowo) sebesar Rp 59.980.000.000, Ahmad Taufik sebesar Rp 224.186.961.098, PT Yoon Shin Jaya sebesar Rp 25.252.658.775 dan PT GA Indonesia sebesar Rp 14.617.331.956 yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 319.691.374.183 berdasarkan Laporan Hasil Audit BPKP tentang Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Kementerian Kesehatan RI menggunakan Dana Siap Pakai pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (DSP BNPB) Tahun 2020 Nomor PE.03.03/SR/SP-680/D5/02/2024 tanggal 8 Juli 2024," kata jaksa.
Kasus rasuah ini terjadi saat, Kepala BNPB Doni Monorado (almarhum) telah mengeluarkan keputusan nomor 9.A Tahun 2020 tentang Penetapan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Virus Corona di Indonesia. Kepurusan diterbitkan karena Indonesia dalam keadaan darurat karena ada wabah Covid.
Menteri Kesehatan saat itu Terawan Agus Putranto mengatakan kepada Doni bahwa akan mendukung penuh keputusan tersebut.
Jaksa mengatakan pembuatan APD merek BOHO yang merupakan milik UPC Ltd Korea melalui PT Daekyung Glotech untuk tujuan ekspor ke Korea Selatan dilakukan oleh enam perusahaan yang berada di Kawasan Berikat Bogor dan Bandung. Adapun enam perusahaan itu ialah PT Daedong Internasional, PT Permata Garment, PT Pelita Harapan Abadi, PT GA Indonesia, PT Indomarra Busana Jaya dan PT Ing International.
Kemudian, pemerintah Indonesia melakukan kesepakatan kerja sama soal jual beli APD tersebut. Jaksa mengatakan perjanjian itu ditujukan untuk memasarkan APD merek BOHO di Indonesia, padahal PT Yoon bergerak di bidang ekspor barang dagangan seperti makanan ternak dan biomassa.
Pengadaan APD pun terjadi dan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Farmasi Alat Kesehatan Kemenkes. Rencananya, Kemenkes RI bakal mengadakan APD sebanyak 10.000 set yang dananya bersumber dari anggaran Kemenkes.
Singkat cerita, kata Jaksa, Satrio Wibowo yang mengaku sebagai Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) kemudian menghubungi Ahmad Taufik, dan memintanya untuk mengurusi pembayaran 170.000 set APD tersebut.
Satrio juga menghubungi Jorry dan menginfokan sebagai pihak yang berhak menerima pembayaran tersebut. Setelahnya, Ahmad Taufik datang ke kantor PPM untuk membahas pertanggungjawaban pembayaran APD tersebut. Lalu, Satrio datang dan menyatakan diri yang akan mengurus pembayaran pengambilan APD tersebut.
Satrio sempat menawarkan harga set APD senilai USD 60, padahal dia tak tahu harga pokok produksi APD merek BOHO tersebut. Harga per set dari pengambilan 170.000 APD itu lalu disepakati senilai USD 50 dengan rincian berupa kacamata safety, protective cover all dan shoes cover.
Dalam penawaran itu, kata Jaksa, ternyata Satrio tak memiliki uang untuk membayar 170.000 set APD itu ke Shin Dong Keun. Pada 25 Maret 2020, Satrio memberikan draf permohonan pinjaman uang dari PT PPM ke Doni Monardo selaku Kepala BNPB saat itu.
Draf itu lalu diberikan ke Ahmad Taufik dengan nilai pinjaman Rp 15 miliar. Setelah draf ditandatangani oleh Ahmad, Satrio membawanya ke BNPB.
Jaksa mengatakan PT PPM memperoleh pinjaman dari BNPB senilai Rp 10 miliar pada 27 Maret 2020. Negosiasi ulang terkait harga APD juga dilakukan antara Harmensyah dan Satrio dengan kesepakatan USD 48,4 per set berupa satu protective cover all dan satu shoes cover.
Jaksa mengatakan Satrio memerintahkan A Isdar selaku legal PT EKI membuat draf kontrak yang menyatakan PT EKI merupakan penjual resmi APD merek BOHO. Draf kontrak kerja sama PT EKI, PT PPM dan PT Yoon Shin Jaya juga dibuat backdate.
Berdasarkan data pengeluaran Ditjen Bea Cukai, jumlah APD yang telah diterima di Gudang TNI Halim Perdanakusuma sebanyak 2.140.200 set. Namun, yang sudah dibayarkan sebesar Rp 711.284.704.680 (Rp 711 miliar) untuk 1.010.000 set APD, padahal biaya asli pembayaran 2.140.200 set APD merek BOHO itu hanya Rp 391.593.330.496.
"Telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 319.691.374.183,06," ujar jaksa.
Atas dasar ini, jaksa menyakini bahwa Budi Sylvana, Satrio Wibowo dan Ahmad Taufik telah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Halaman Selanjutnya
"Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu telah memperkaya diri terdakwa (Satrio Wibowo) sebesar Rp 59.980.000.000, Ahmad Taufik sebesar Rp 224.186.961.098, PT Yoon Shin Jaya sebesar Rp 25.252.658.775 dan PT GA Indonesia sebesar Rp 14.617.331.956 yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 319.691.374.183 berdasarkan Laporan Hasil Audit BPKP tentang Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Kementerian Kesehatan RI menggunakan Dana Siap Pakai pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (DSP BNPB) Tahun 2020 Nomor PE.03.03/SR/SP-680/D5/02/2024 tanggal 8 Juli 2024," kata jaksa.