Jakarta, VIVA – Penyidik KPK telah rampung melakukan pemeriksaan kepada staf khusus mantan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri, Luqman Hakim terkait kasus dugaan korupsi berupa pemerasan kepada tenaga kerja asing (TKA) di Dirjen Binapenta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI terjadi sejak 2019-2024.
Luqman Hakim dicecar penyidik KPK terkait dengan adanya dugaan aliran dana dari tersangka kepada para stafsus di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI. Penyidik memanggil Luqman berkapasitas sebagai saksi.
"Penyidik mendalami dugaan adanya aliran dana dari para tersangka ke para Staf Khusus Kemenaker," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Rabu 18 Juni 2025.
Luqman dipanggil KPK pada Selasa 17 Juni 2025 kemarin. Panggilan itu merupakan penjadwalan ulang penyidik KPK yang sejatinya dipanggil pada 10 Juni 2025.
Kontruksi Dugaan Pemerasan di Kemnaker
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut mengungkapkan modus pegawai di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI terkait dugaan pemerasan kepada tenaga kerja asing (TKA) yang hendak bekerja di Indonesia. Salah satu modusnya yakni, jika TKA tidak membayar maka pejabat Kemnaker mempersulit semua izin persyaratannya.
Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo Wibowo menjelaskan bahwa tenaga kerja asing harus memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Sebab, dokumen RPTKA itu harus dimiliki para tenaga kerja asing agar bisa bekerja sekaligus tinggal di Indonesia.
"Setiap pemberi kerja yang akan mempekerjakan TKA wajib memiliki Dokumen Pengesahan RPTKA," ujar Budi Sokmo di Gedung KPK, Kamis 5 Juni 2025.
Budi menuturkan bahwa Pengurusan Pengesahan RPTKA dilakukan di Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA), Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (BINAPENTA) Kementerian Ketenagakerjaan RI.
Nantinya, Direktorat PPTKA dan Direktorat Binapenta akan mengeluarkan dua dokumen yang diajukan oleh pemohob secara online. Dua dokumen itu yakni Hasil Penilaian Kelayakan (HPK) dan Pengesahan RPTKA.
"Atas permohonan tersebut dilakukan verifikasi secara berjenjang pada Dirjen Binapenta dan PKK," sebut dia.
Dalam tahapan tersebut, kata Budi, ada celah untuk para pejabat di Dirjen Binapenta Kemnaker RI untuk melakukan dugaan pemerasan. Para tersangka, akhirnya meminta bayaran oleh para pemohon jika dokumen yang dibutuhkan bisa terbit agar TKA bisa bekerja didalam negeri.
"Bahwa tersangka SH, WP, HY, DA diduga memerintahkan PCW, ALF, dan JMS selaku verifikator di Direktorat PPTKA untuk meminta sejumlah uang kepada pemohon agar dokumen RPTKA disetujui dan diterbitkan," beber Budi.
Budi menyebut, tersangka PCW, ALF dan JMS mukai melakukan pemerasan kepada para pemohon. Tiga tersangka itu justru hanya menginformasikan ke pemohon ada kekurangan persyaratan untuk penerbitan berkas melalui pesan whatsapp kepada pemohon yang berjanji atau yang telah memberikan sejumlah uang kepada tersangka.
"Sedangkan bagi pemohon yang tidak memberikan uang, tidak diberitahu kekurangan berkasnya, tidak diproses, atau diulur-ulur waktu penyelesaiannya," ucap Budi.
Plh Dirdik KPK Budi Sokmo dan Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di KPK
Photo :
- VIVA.co.id/Zendy Pradana
Kemudian, pemohon yang tidak diproses akan mendatangi kantor Kemnaker dan bertemu dengan petugas. Pada pertemuan tersangka PCW, ALF dan JMS menawarkan bantuan untuk mempercepat proses pengesahan RPTKA, dan meminta sejumlah uang. Setelah diperoleh kesepakatan, maka pihak Kemnaker menyerahkan nomor rekening tertentu untuk menampung uang dari pemohon.
"Dalam proses pengajuan RPTKA juga terdapat tahapan wawancara terkait identitas dan pekerjaan TKA yang akan dipekerjakan, melalui Skype dengan jadwal yang ditentukan secara manual. PCW, ALF, dan JMS tidak memberikan jadwal Skype pada pemohon yang tidak memberikan uang dalam pengurusan RPTKA tersebut," kata Budi.
Setelah, para tersangka berhasil mendapatkan sejumlah keuntungan, mereka langsung meminta pegawai Direktorat PPTKA agar memprioritaskan pengesahan RPTKA untuk pihak pemohon yang telah menyerahkan sejumlah uang.
"Selain memberikan perintah untuk meminta uang, SH, WP, HY, dan DA secara aktif meminta dan menerima uang dari GTW, PCW, ALF, JMS yang bersumber dari pengajuan RPTKA, dan digunakan untuk keperluan pribadi. Selain itu, uang dari pemohon tersebut dibagikan setiap 2 (dua) minggu dan membayar makan malam pegawai di Direktorat PPTKA," tukas dia.
KPK sudah menetapkan delapan orang menjadi tersangka dalam kasus dugaan pemerasan tenaga kerja asing. Mereka adalah Dirjen Binapenta 2020-2023 Suhartono (SH), Dirjen Binapenta 2024-2025 Haryanto (HYT), Direktur PPTKA Kemnaker 2017-2019 Wisnu Pramono (WP) dan Direktur PPTKA 2024-2025 Devi Angraeni (DA)
Selain itu, tersangka lainnya ialah PPTKA Kemenaker pada tahun 2021-2025 Gatot Widiartono (GW) serta Petugas Saluran Siaga RPTKA pada tahun 2019-2024 dan verifikatur pengesahan RPTKA di Direktorat PPTKA Kemenaker pada tahun 2024-2025 Putri Citra Wahyoe (PCW).
Terakhir, Analis TU Direktorat PPTKA pada tahun 2019-2024 dan Pengantar Kerja Ahli Pertama Direktorat PPTKA Kemenaker pada tahun 2024-2025 Jamal Shodigin (JS) serta Pengantar Kerja Ahli Muda Kemenaker pada tahun 2018-2025 Alfa Eshad (AE) juga berstatus sebagai tersangka.
Halaman Selanjutnya
Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo Wibowo menjelaskan bahwa tenaga kerja asing harus memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Sebab, dokumen RPTKA itu harus dimiliki para tenaga kerja asing agar bisa bekerja sekaligus tinggal di Indonesia.