Kesiapan Bisnis Indonesia Kalah Saing dengan Negara Tetangga, Biaya Ekspor-Impor Jadi Sorotan

2 days ago 4

Minggu, 30 Maret 2025 - 14:54 WIB

Jakarta, VIVA – Dalam dunia bisnis global, efisiensi dalam ekspor dan impor menjadi faktor kunci dalam menentukan daya saing suatu negara. Biaya tinggi dalam aktivitas perdagangan internasional dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan menurunkan minat investor. 

Sayangnya, kondisi ini masih menjadi tantangan di Indonesia, seperti yang tercermin dalam laporan terbaru World Bank Business Ready 2024. Berdasarkan laporan tersebut, biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi persyaratan ekspor dan impor di Indonesia, masih tergolong sangat tinggi jika dibandingkan dengan praktik global. 

Untuk impor, biaya yang harus ditanggung mencapai 66 persen dari nilai barang, sementara untuk ekspor mencapai 35 persen dari nilai barang. Angka ini jauh di atas standar negara, dengan skor terbaik dalam laporan yang hanya 2 persen.

Dalam data tersebut, tampak pula bahwa Indonesia berada di peringkat 31 dari 50 negara dalam aspek kesiapan berbisnis. Posisi ini, masih di bawah negara-negara tetangga seperti Singapura, Vietnam, dan Filipina. Biaya perdagangan yang lebih mahal ini, membuat pelaku usaha harus mengeluarkan modal lebih besar untuk menggerakkan rantai pasokan dan menekan harga produk, agar tetap kompetitif di pasar internasional.

Selain masalah biaya ekspor-impor, laporan World Bank juga menyoroti berbagai indikator lain yang menunjukkan tantangan dalam dunia usaha di Indonesia. Salah satunya, waktu pendaftaran perusahaan asing yang masih memakan waktu 65 hari, sementara di negara dengan skor terbaik, hanya membutuhkan 1 hari. 

Lalu, waktu transfer kepemilikan properti di Indonesia juga masih sangat lama, yakni mencapai 90 hari. Jauh, apabila dibandingkan dengan negara terbaik yang hanya membutuhkan 1 hari.

Dalam aspek penyelesaian sengketa bisnis, pengusaha di Indonesia juga harus menunggu hingga 150 hari untuk mendapatkan putusan akhir pengadilan. Sedangkan, jika dibandingkan dengan di negara terbaik, hanya membutuhkan kurang dari 7 hari. 

Terkiat pelaporan dan pembayaran pajak secara elektronik, juga masih tergolong rendah, hanya 40 persen. Sementara itu, di negara terbaik sudah mencapai 100 persen.

Tantangan ini semakin diperparah dengan rendahnya adopsi pembayaran elektronik dalam transaksi bisnis yang baru mencapai 34 persen, jauh dibandingkan negara terbaik yang mencapai 99 persen. Selain itu, biaya likuidasi perusahaan di pengadilan juga masih cukup tinggi, mencapai 15 persen dari nilai pasar perusahaan, sedangkan di negara dengan sistem terbaik hanya 2 persen.

Survei Business Ready disusun oleh World Bank pada tahun 2024. Survei ini dilakukan di 50 negara, dengan fokus pada 10 topik dan menggunakan metode expert questionnaire terhadap 2.500 ahli serta Enterprise Survey terhadap 29.000 bisnis di seluruh dunia. Data ini dipaparkan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dalam Rapat Pembahasan bersama Dewan Ekonomi Nasional (DEN).

Halaman Selanjutnya

Dalam aspek penyelesaian sengketa bisnis, pengusaha di Indonesia juga harus menunggu hingga 150 hari untuk mendapatkan putusan akhir pengadilan. Sedangkan, jika dibandingkan dengan di negara terbaik, hanya membutuhkan kurang dari 7 hari. 

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |