Jakarta, VIVA – Musisi terkemuka Indonesia, Baskara Putra, yang dikenal melalui proyek solonya Hindia, akhirnya memberikan tanggapan resmi terkait kontroversi tudingan satanisme yang sempat mewarnai salah satu konsernya beberapa waktu lalu. Isu ini sempat menjadi perbincangan hangat dan viral di berbagai platform media sosial, berawal dari potongan visual panggung yang diinterpretasikan oleh sebagian masyarakat sebagai nuansa pemujaan setan.
Klarifikasi menyeluruh ini disampaikan Baskara dalam sebuah perbincangan santai bersama Soleh Solihun dan Ari Lesmana di 'Podcast Naik Clas'. Dalam sesi tersebut, ia berupaya meluruskan kesalahpahaman yang telah menyebar luas. Scroll lebih lanjut yuk!
Baskara menjelaskan bahwa setiap elemen yang ditampilkan dalam pertunjukannya, mulai dari aspek visual, patung, hingga pemilihan kostum, bukanlah hal yang berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian integral dari sebuah konsep artistik yang telah dipersiapkan dengan matang.
Ia mengungkap bahwa konsep besar yang diusung dalam konser tersebut adalah horor analog, sebuah subgenre horor yang saat ini sedang naik daun.
“(lagu) Lagipula Hidup Akan Berakhir itu horor. Analog horor, konsepnya begitu,” jelas Baskara, dikutip Senin 13 Oktober 2025.
Penyanyi lagu 'Evaluasi' ini lebih lanjut memaparkan bahwa ia telah melakukan world building, yaitu membangun sebuah dunia fiksi yang utuh untuk album keduanya tersebut, bahkan lengkap dengan narasi sejarah alternatifnya.
Sebagai bentuk pendalaman konsep, Baskara bahkan sempat membuat blog yang menceritakan dunia fiksi tersebut selama sebulan penuh sebelum konser dilangsungkan, menunjukkan keseriusan dan detail dalam penyajian karyanya.
"Itu tuh memang, apa namanya, di konser yang Jakarta itu, kami bikin world building-nya gitu lho," terangnya.
Namun, Baskara menyesalkan bahwa narasi komprehensif yang telah ia bangun tidak sepenuhnya tertangkap atau tersampaikan dengan baik kepada audiens. Ia menyadari bahwa publik, terutama di media sosial, cenderung hanya melihat potongan-potongan visual tanpa memahami konteks cerita dan konsep yang melatarbelakanginya secara utuh.
Akhirnya, ia mengakui adanya miskalkulasi dalam penyampaian konsep tersebut kepada audiens Indonesia.
“Miskalkulasi gue adalah, oh ini kalau dibikin lebih dari sekadar visual yang dicetak, ini tuh jadi liar banget ya kalau di tempat kayak di Indonesia,” sesal Baskara.
Halaman Selanjutnya
Ia menyimpulkan bahwa miskalkulasi inilah yang menyebabkan konsep pertunjukannya berubah menjadi 'bola liar', memicu persepsi dan interpretasi yang keliru di mata publik, terutama bagi mereka yang tidak mengikuti alur cerita yang ia bangun atau tidak hadir langsung dalam pertunjukan tersebut.