Jakarta, VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada pemberian jatah sebanyak 2,5 sampai 5 persen dari para debitur untuk direksi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) usai mendapatkan fasilitas kredit. Uang ini disebut sebagai zakat dan sudah terkonfirmasi dari sejumlah saksi.
"Memang ada namanya uang zakat, ya, yang diberikan oleh para debitur ini kepada direksi yang bertanggungjawab terhadap penandatanganan pemberian kredit tersebut," ujar Pelaksana harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo kepada wartawan, Selasa 4 Maret 2025.
"Besarnya yaitu antara 2,5 sampai 5 persen dari kredit yang diberikan," sambungnya.
Budi menjelaskan bahwa dalam kasus dugaan rasuah LPEI terdapat pemberian fasilitas kredit yang ditaksir merugikan negara sampai USD 60 juta. "Atas pemberian fasilitas kredit oleh LPEI khusus kepada PT PE ini, diduga telah mengakibatkan kerugian negara sebesar USD 60 juta,” kata Budi.
Kemudian, ada pemberian fasilitas kredit dari 11 debitur. Nilainya juga cukup fantastis yakni mencapai Rp11,7 triliun. "Total kredit yang diberikan dan juga menjadi potensi kerugian keuangan negara akibat pemberian kredit tersebut adalah kurang lebih Rp 11,7 triliun,” kata dia.
Kendati begitu, KPK belum memerinci siapa saja pihak yang termasuk dalam 11 debitur yang menikmati pembiayaan dari fasilitas kredit LPEI.
Lima Tersangka
Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah resmi menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Penetapan tersangka diumumkan KPK pada Senin 3 Maret 2025.
“KPK selanjutnya menetapkan lima orang tersangka, yaitu DW dan AS selaku Direktur LPEI dan JM, NN, SMD selaku debitur,” ujar Pelaksana harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo di Gedung Merah Putih KPK, Senin 3 Maret 2025.
Lima orang tersangka itu yakni, Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi, Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan, serta debitur dari PT Petro Energy yaitu Jimmy Masrin, Newin Nugroho, dan Susy Mira Dewi Sugiarta.
Budi menjelaskan bahwa, diduga telah terjadi benturan kepentingan atau konflik kepentingan dalam memuluskan proses pemberian kredit.
Kemudian, LPEI diduga memberikan fasilitas kredit kepada PT Petro Energy meski perusahaan itu tak layak.
“Direktur LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai MAP,” kata Budi.
Lebih jauh, kata Budi, ada dugaan pemalsuan dokumen pembelian maupun invoice oleh PT Petro Energy dan dilakukan window dressing atau upaya pengondisian terhadap laporan keuangan perusahaan tersebut.
Fasilitas kredit yang digunakan juga dianggap tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Padahal, Budi menyebut sudah ada perjanjian yang ditandatangani.
Meski begitu, KPK belum melakukan penahanan terhadap lima tersangka ini lantaran masih harus melengkapi alat bukti dalam proses penyidikan.
Halaman Selanjutnya
Lima orang tersangka itu yakni, Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi, Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan, serta debitur dari PT Petro Energy yaitu Jimmy Masrin, Newin Nugroho, dan Susy Mira Dewi Sugiarta.