Jakarta, VIVA – Lembaga Administrasi Negara menegaskan bahwa, sinergi lintas kementerian dan lembaga Pemerintah diperlukan dalam proses perumusan kebijakan berbasis data (evidence based policy). Hal tersebut harus menjadi wujud komitmen Pemerintah dalam rangka mendukung reformasi dibidang politik, hukum, dan reformasi birokrasi.
Namun, Kapala LAN Muhammad Taufiq mengungkapkan bahwa pada kenyataannya, masih ditemukan adanya ego sektoral atau fragmentasi kebijakan. Di mana setiap kementerian dan lembaga pemerintah membuat kebijakan sendiri-sendiri yang membuat tumpang tindihnya kebijakan.
“World Economic Forum secara spesifik menyebutkan regulasi di Indonesia cenderung berubah-ubah dan tidak adanya sinkronisasi kebijakan antar-instansi pemerintah. Permasalahan lain yang mendasar dihadapi Indonesia adalah belum terhubungnya pengetahuan dengan kebijakan, setiap sektor memiliki pengetahuan, namun belum mampu mengubahnya menjadi kebijakan berbasis fakta,” ungkap Taufiq dikutip dari keterangannya, Rabu, 17 September 2025.
Selain itu lanjut dia, ada pula silo mentality antar-sektor menyebabkan regulasi kurang optimal dan berdampak luas bagi masyarakat.
“Padahal, tidak mungkin kita membangun kinerja kebijakan hanya dilakukan oleh masing-masing sektor. Dibutuhkan kolaborasi agar pengetahuan tersebut bisa dioptimalkan untuk kebijakan yang berorientasi pada outcome,” tegasnya.
Ilustrasi aparatur sipil negara atau ASN
Lebih lanjut ia menambahkan, saat ini terdapat lebih dari 200 jenis jabatan fungsional yang bekerja di berbagai kementerian/lembaga, namun kolaborasinya masih sangat terbatas. Padahal setiap kebijakan yang dihasilkan akan bermuara pada produk hukum, sehingga koordinasi lintas sektor menjadi kunci utama memperbaiki kualitas kebijakan di Tanah Air.
Dia mengapresiasi Kementerian Hukum yang telah membentuk Forum Komunikasi Kebijakan (Legal Policy Hub) yang dapat merangkul para pemangku kepentingan, tidak hanya di level individu atau pakar kebijakan, tetapi juga lembaga pemerintah seperti Badan Strategi Kebijakan (BSK), Bappenas, BRIN, hingga lembaga penelitian daerah.
“Kita perlu mengintegrasikan para ekspertis dan pengetahuan ini agar menjadi aset nasional. Saat ini, masing-masing kementerian membuat riset sendiri, namun hasilnya belum dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kualitas kebijakan,” tegasnya.
Lebih lanjut Taufiq berharap, ke depan perumusan kebijakan dapat dilakukan secara kolaboratif dan terintegrasi. Hal ini tentu membutuhkan dukungan para ahli dan lembaga kebijakan, sehingga kualitas regulasi kita semakin berbasis bukti, berbasis pengetahuan, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Sementara itu, Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menyampaikan, Forum Komunikasi Kebijakan ini merupakan momentum penting untuk memperkuat koordinasi lintas kementerian dan lembaga.
“Sebagai negara kesatuan dengan sistem presidensial, Presiden adalah penanggung jawab tertinggi dalam pengambilan keputusan. Maka seluruh kebijakan harus sejalan dengan visi, misi, dan arahan Presiden, berpedoman pada konstitusi dan Pancasila,” ujarnya.
Supratman menambahkan, Kementerian Hukum sebagai leading sector dalam pembentukan hukum dan peraturan perundang-undangan memiliki peran strategis menyatukan hasil analisis kebijakan yang tersebar di berbagai sektor.
Legal Policy Hub ini ditegaskan, tidak hanya sekedar repository pengetahuan melainkan juga platform kolaboratif untuk mengkonsolidasikan peran analis kebijakan di berbagai sektor, menyaring dan menyelaraskan hasil analisis kebijakan dengan kebutuhan regulasi serta mengkomunikasikan rekomendasi kebijakan hukum yang konsisten dan aplikatif.
Halaman Selanjutnya
“Kita perlu mengintegrasikan para ekspertis dan pengetahuan ini agar menjadi aset nasional. Saat ini, masing-masing kementerian membuat riset sendiri, namun hasilnya belum dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kualitas kebijakan,” tegasnya.